Bisnis.com, JAKARTA -- Pegiat pekerja migran mengungkapkan moratorium yang sebelumnya ada dan pelarangan pengiriman pekerja ke kawasan Timur Tengah memberikan dampak banyaknya jalur informal. Sekitar 30.000 pekerja berangkat secara unprosedural setiap tahunnya.
Hal ini dibahas dalam diakusi para pegiat pekerja migran yang terdiri dari Yayasan Memajukan TKI (YMTKI), PBH TKI, Formigran, Komunitas Buruh Migran Brebes (Kombes), Pegiat TKI Indramayu, Liputan BMI Timur Tengah, di Jakarta pada Sabtu (14/10/2017).
Zulfikri dari Yayasan Memajukan TKI (YMTKI) mengatakan dampak dari adanya pelarangan tersebut membuat munculnya pengiriman yang informal bahkan hingga puluhan ribu dalam setahunnya.
"Dampak unprosedural ini, TKI menjadi rentan, negara tidak tahu dia bekerja dimana dengan siapa. Tidak tahu database kan bahaya," katanya.
Kemudian, dampak lainnya menurutnya karena informal perjanjian kerja atau PK tidak ada sehingga jika ada masalah sulit dibela karena tidak kuat. Selain itu, berkurangnya remitansi karena tidak tercatat oleh negara
"Kami berharap pemerintah membuat sistem terpadu, satu konsorsium yang kuat, untuk perlindungan, pemberdayaan, literasi TKI," katanya.
Jamaluddin Suryahadikusumah dari Formigran mengatakan pihaknya berharap seharusnya ada perbaikan sistem di dalam negeri.
"Intinya kami mendukung moratorium tapi kan tujuannya untuk memperbaiki. Harus ditindaklanjuti dengan keputusan baru. Apalagi animo kerja ke luar negeri sangat tinggi," katanya.
Dia menambahkan perlu ada desentralisasi atau pembagian wewenang dengan pemerintah daerah.
"Misalnya BLK harusnya didaerah, ada pelibatan Pemda," katanya.