Bisnis.com, JAKARTA - Kurang dari empat bulan menjelang pelarangan penggunaan cantrang, pabrik surimi alias pasta ikan belum menemukan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Produsen berencana menutup pabrik.
Sejumlah produsen yang dihubungi Bisnis, Selasa (26/9/2017), mengungkapkan solusi impor bahan baku yang ditawarkan pemerintah sulit dipraktikkan karena membuat harga surimi tak mampu bersaing dengan produk serupa di pasar ekspor.
Produsen surimi lokal selama ini bergantung pada hasil tangkapan kapal cantrang, yakni ikan-ikan berdaging putih, seperti kurisi, kuniran, swangi, kapasan, bloso, dan gulamah. Di pasar ekspor, Indonesia bersaing dengan Vietnam, Thailand, dan India.
Direktur Operasional PT Kelola Mina Laut (KML) Zainul Wasik mengatakan harga surimi bisa di atas US$3 per kg jika diolah dari bahan baku impor. Padahal selama ini surimi Indonesia bisa bersaing di pasar seafood dunia dengan harga berkisar US$2-US$3 per kg.
"Kalau cantrang sudah dilarang, maka pabrik surimi akan tutup karena akan kesulitan bahan baku. Impor bahan baku enggak mungkin juga karena jatuhnya akan mahal dan tidak bisa bersaing," ungkap Zainul.
PT KML mengelola pabrik surimi di Tuban, Jawa Timur, yang mengolah 24.000-30.000 ton ikan per tahun menjadi 8.000 ton surimi dengan penjualan US$16 juta. Sebanyak 70% hasil produksi diekspor, sedangkan sisanya dipakai oleh beberapa anak perusahaan dan perusahaan afiliasi yang mengolah surimi a.l. menjadi bakso ikan, tempura, otak-otak (fish cake), dan nugget.