Bisnis.com, JAKARTA – Industri pengguna gas nasional masih menunggu kebijakan pemerintah dalam menurunkan tarif energi tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Achmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), menyampaikan masih menanti niat baik dari pemerintah untuk menurunkan tarif gas tidak lebih dari US$6 per MMBtu
“Saat ini belum semua industri pengguna gas mendapatkan penurunan harga. Adapun rapat digelar secara terus-menerus untuk membahas masalah ini sampai kemudian industri capek sendiri,” kata Achmad kepada Bisnis, Selasa (12/9/2017).
Dalam beleid tersebut, pemerintah menjanjikan penurunan harga gas untuk tujuh sektor industri. Beberapa sektor tersebut yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Menurutnya, FIPGB dan beberapa pelaku industri telah melaporkan langsung masalah ini ke Ombudsman. Kendati demikian, Ombudsman belum bisa langsung mengintervensi pemerintah untuk segera menurunkan harga, dibutuhkan waktu agar semua masalah ini cepat terselesaikan.
“Ombudsman masih dalam tahapan menyelidiki, saat ini masih interview pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” ujarnya.
Dia menambahkan efek dari penundaan penurunan tarif gas tersebut menyebabkan beberapa industri merasakan kesulitan. Dia mencontohkan pelaku bisnis di sektor keramik dan kaca telah menurunkan jumlah produksi, bahkan ada yang stop produksi seperti yang terjadi pada industri kaca di Kendal, Jawa Tengah.
Achmad menilai kontribusi industri pengguna gas terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional saat ini turun karena tarif gas yang tidak kompetitif. Ongkos produksi semakin membengkak dengan harga gas yang tidak kunjung turun, hal ini menyebabkan beberapa industri secara berkelanjutan menerapkan efisiensi di berbagai lini.
“Jika tarif gas dalam negeri mahal akan ada langkah dari stake holder untuk mengimpor komoditas tersebut dari negara yang memiliki harga yang lebih rendah,” jelasnya.