Bisnis.com, JAKARTA-- Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B atau PLTU Jawa 4 diproyeksikan menjadi tolok ukur (benchmark) konstruksi pembangkit tenaga uap di Indonesia yang ramah lingkungan.
PLTU Jawa 4 mengadopsi Teknologi Ultra Super-Critical (USC). Sebagai hasil dari teknologi USC ini, pembakaran akan lebih efisien, karena material dikonversikan dengan panas dan tekanan yang lebih tinggi. Pada kondisi ini, CO2 dan emisi gas lainnya akan berkurang akibat turunnya konsumsi batu bara.
"Masalah lingkungan hidup, mohon, tapi saya percaya Astra, Sumitomo dan Kansai Electric pasti bisa, mestinya memperhatikan faktor lingkungan hidup dengan sungguh-sungguh. Jadi, tidak ada dampak pencemaran lingkungan dan sebagainya karena yang saya tahu perluasaan ini menggunakan Ultra Super-Critical," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Iganasius Jonan, melalui keterangan resminya Ahad (3/9).
Jonan mengatakan agar emisi gas buang sesuai dengan hasil kesepakatan para pihak (Conferences of Parties-COP) UNFCCC ke-21 di Paris tahun 2015 lalu.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN, I Made Suprateka menjelaskan, PLTU Tanjung Jati ini merupakan purwarupa (prototype) pembangkit ramah lingkungan. Dirinya berharap, melalui pemilihan teknologi ramah lingkungan pada PLTU Jawa 4 menjadi referensi pembangunan pembangkit lain di Indonesia, baik yang dibangun oleh pengembang listrik swasta maupun PT PLN (Persero).
"Di Tanjung Jati ini adalah prototipe pembangkit yang bisa dijadikan benchmark oleh pembangkit di seluruh Indonesia baik itu Independent Power Producer (IPP) maupun pembangkit PLN. Harapan kita ke depan, pembangunan-pembangunan seluruhnya pembangkit yang ada di Indonesia mengacu pada pembangkit yang ada di sini (Tanjung Jati)," ujar Made Suprateka.
Sementara, Direktur Utama PT Bhumi Jati Power, Boy Gemino Kalauserang selaku konsorsium pembangunan PLTU Jawa 4 menerangkan, melalui penggunaan teknologi ramah lingkungan, akan mengurangi penggunaan batubara yang berujung pada rendahnya emisi gas buang.
Selain itu, terdapat pula penggunaan teknologi Electrostatic Precipitator (ESP) yang mampu menghasilkan produk turunan dari buangan limbah PLTU, seperti bahan baku semen dan beton pengganti.
"Pada prinsipnya itu berdasarkan data empiris bisa menghasilkan efisiensi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan conventional power plant. Sekitar 8 - 10 persen," ujar Boy.
"Jadi untuk PLTU Jawa 4 ini kebutuhan batubaranya sekitar 7 juta ton per tahun. Dan kita sendiri sudah menandatangai beberapa supplier batubara terkemuka di Indonesia. Kerja sama (supply) ini akan berlangsung selama COD sekitar 25 tahun," tutur Boy.
Proyek ini telah memasuki tahap konstruksi. Dimulainya konstruksi proyek ini tidak lepas dari pemenuhan beberapa syarat oleh pihak konsorsium, seperti izin mengenai analisis dampak lingkungan. Dalam pembangunan PLTU Jawa 4 konsorsium juga menaruh perhatian besar terhadap lingkungan dengan diperolehnya izin AMDAL pada tahun 2015.