Bisnis.com, JAKARTA - Komitmen Indonesia dalam Conference of the Parties (COP) ke-21 pada Desember 2016 di Paris adalah untuk mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29%.
Di sektor energi, komitmen untuk mendukung target COP 21 adalah dengan menurunkan emisi GRK sebesar 314 - 398 juta ton CO2 pada 2030.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan program Kementerian ESDM untuk mendukung komitmen Paris Agreement (Konferensi Iklim Paris), salah satunya menargetkan penggunaan energi terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.
"Program ESDM dalam Energi Mix 2025 adalah penggunaan EBT 23%, sekarang masih 7%, 2050 tarrgetnya 31%, tahun 2017 masih 7%, 2025 tinggal 8 tahun lagi, mungkinkah kita bisa mencapai 16%-17%, Kemarin kita baru tanda tangan 50-an pengembang, akan kita kejar terus,” papar Arcandra pada Kamis (3/8/2017).
Dia menambahkan program utama Kementerian ESDM untuk mendukung Kementerian LHK dalam mengurangi gas rumah kaca antara lain mencapai target bauran energi primer dari sumber EBT paling sedikit 23% pada 2025 dan paling sedikit 31% pada 2050.
Kemudian, memenuhi target produksi BBN/biofuel minimal pada 2025 sebesar 15,6 juta kl dan 54,2 juta KL pada 2050. Mewajibkan pemanfaatan teknologi energi batubara yang ramah lingkungan (clean coal technology/CCT) dan efisiensi tinggi (ultra super critical/USC) secara bertahap.
Upaya reklamasi lahan pasca tambang batubar dan moratorium pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) batu bara di hutan alam primer dan lahan gambut juga menjadi fokus Kementerian ESDM.
Selain untuk mendukung peningkatan energi bersih, Arcandra juga menjelaskan program Kementerian ESDM melalui #EnergiBerkeadilan. Artinya bahwa energi harus adil untuk rakyat, adil untuk izin usaha dan adil untuk pertembuhan ekonomi.
"Walaupun ini adil untuk semuanya, yang namanya lingkungan tidak boleh dirusak,” kata Arcandra menegaskan.