Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDEF: Biaya Produksi Padi Indonesia Tertinggi

Bisnis.com, JAKARTA - Biaya produksi padi di Indonesia tertinggi dari beberapa negara di Asia seperti Filipina, China, India, Thailand, dan Vietnam. Upah buruh lepas dan sewa lahan berkontribusi paling besar dalam biaya produksi padi.
Petani tengah menggarap sawah/Reuters-Amit Dave
Petani tengah menggarap sawah/Reuters-Amit Dave

Bisnis.com, JAKARTA - Biaya produksi padi di Indonesia tertinggi dari beberapa negara di Asia seperti Filipina, China, India, Thailand, dan Vietnam. Upah buruh lepas dan sewa lahan berkontribusi paling besar dalam biaya produksi padi.

Komponen biaya produksi terdiri dari upah buruh lepas, sewa lahan, bibit, pupuk, pestisida, hewan, alat mekanik, bahan bakar, irigasi, bunga modal, dan lain lain.

Kementerian Pertanian telah memberikan subsidi input pada 2017 berupa benih sebesar Rp1,3 triliun, pupuk sebesar Rp31,2 triliun, dan alat mesin pertanian. Namun, pemerintah dinilai belum menyentuh komponen upah buruh lepas dan sewa tanah yang mendominasi struktur biaya.

Hal ini terungkap dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoal polemik beras, di Jakarta, Kamis (27/7).

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan, biaya produksi padi di Indonesia sebesar Rp4.079 per kg, lebih tinggi 2,5 kali dari Vietnam sebesar Rp1.679 per kg.

Menurut dia, biaya produksi padi yang tinggi disebabkan karena pemerintah belum menyentuh komponen upah buruh lepas dan sewa lahan dalam subsidi input. Padahal, kedua komponen ini mendominasi struktur biaya produksi.

Upah buruh lepas di Indonesia sebesar Rp1.115 per kg dan sewa lahan sebesar Rp1.719 per kg. Sementara di Vietnam, upah buruh lepas sebesar Rp120 per kg dan sewa lahan Rp387 per kg.

Adapun, benih, pupuk, dan alat mekanik dalam ongkos produksi padi cenderung kecil, sejalan dengan program pemerintah memberikan subsidi benih, pupuk, dan alat mesin pertanian. Namun, berdasar penelitian INDEF subsidi yang telah diberikan pun tidak efektif, karena seringkali tidak tepat dalam waktu, kualitas, dan varietas.

"Ketika petani tanam, benih belum datang. Kualitas dan varietas benih juga seringkali tidak sesuai dengan unsur hara tanah. Begitu pula pupuk. Maka tidak sedikit, petani yang akhirnya membeli pupuk nonsubsidi," tuturnya.

Heri berpendapat, pemerintah perlu melakukan evaluasi kebijakan subsidi input. Komponen upah buruh lepas dan sewa lahan yang cenderung tinggi perlu menjadi perhatian serius.

Upah buruh lepas yang cenderung tinggi seiring biaya hidup yang semakin tinggi. Pemerintah dapat mensikapi hal ini dengan menjaga stabilitas harga pangan di desa. Harga pangan yang stabil di desa, maka biaya hidup bisa ditekan.

Selain itu, pemerintah segera menjalankan program reforma agraria. Hal ini dinilai menjadi solusi terhadap sewa lahan yang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper