Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan alasan Indonesia sebagai negara yang kaya tapi terjebak dalam Middle Income Trap atau pendapatan per kapita menengah.
Dalam paparannya di acara GEMAxLEAD “A Sustainable Future Unveiled Unlocking Strategies for the Emergence Indonesia Emas 2045” oleh Mata Garuda Britania Raya dan Irlandia (MGBI) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di London, Inggris, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, punya banyak sumber daya alam dan manusia.
"Indonesia sebenarnya punya potensi yang besar. Tapi ada elemen yang paling penting tapi intangible yang masih perlu dibenahi adalah institusional," ujarnya, Senin (6/5/2024).
Menkeu memaparkan dibandingkan dengan negara lain, seperti negara tetangga Singapura, yang merupakan negara kecil dan minim sumber daya, bisa mempunyai pendapatan per kapita sampai US$60.000. Sementara Indonesia hanya US$5.000.
Begitu pula dengan Jepang, dan Inggris yang sama-sama negara kepulauan, atau Korea Selatan yang tahun merdekanya tak berjauhan dari Indonesia, bisa menjadi negara yang maju dengan pendapatan per kapita lebih tinggi.
Menurutnya, hal terpenting yang masih perlu dibenahi adalah institusional, yang merancang, kebijakan, regulasi, dan birokrasi di Indonesia.
Baca Juga
Dia berpesan kepada para mahasiswa yang mendapatkan beasiswa LPDP untuk ke depannya bisa kembali ke Indonesia dan membawa poin institusional tersebut untuk membangun Indonesia menjadi negara maju.
"Saya juga yakin kalian bisa baca berbagai literatur mengenai menjelaskan institusi. Seperti apa bagi suatu negara untuk bisa maju dan institusi seperti apa yang dibutuhkan bagi suatu bangsa. Agar tidak menjadi negara yang walaupun dia punya sumber daya tapi dia menjadi negara termiskin di dunia, Afrika tuh banyak yang seperti itu," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan jika menuju target negara maju di 2045 belum bisa mendesain kebijakan, regulasi, dan birokrasi yang baik, sumber daya di Indonesi, baik alam dan manusia malah bisa tereksploitasi.
"Eksploitasi itu bisa antara domestik dan internasional bekerja sama mengeksploitasi dan kemudian tidak membayar pajak, merusak lingkungan, bayar tenaga kerjanya minimal. Sehingga mereka bisa mengeksploitasi tanpa ada dampak positifnya bagi bangsa," jelasnya.