Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian sedang mengkaji pengenaan bea masuk anti dumping sekaligus bea masuk ditanggung pemerintah pada produk baja paduan yang diimpor industri hilir. Pengenaan restriksi tersebut diharapkan dapat menekan penyimpangan impor baja paduan.
Kemenperin mendeteksi selama ini importir memasukkan baja karbon dengan mencampurnya dengan boron, sehingga teridentifikasi sebagai baja paduan. Bea masuk baja paduan atau alloy steel memang lebih murah yaitu 0%—5%, sedangkan bea masuk jenis HRC (hot rolled coil) dan CRC (cold rolled coil) dipatok 10%—15%.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menuturkan dengan adanya pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) penyimpangan pos tarif baja paduan tersebut dapat ditekan.
"Yang paling banyak disalahgunakan itu impor baja jenis wire rod. Namun, yang jadi pertimbangan kami adalah nanti pengusaha yang benar-benar membutuhkan wire rod impor, malah kena bea masuk. Nah mereka yang benar membutuhkan ini, kami sedang kaji untuk mendapatkan bea masuk ditanggung pemerintah [BMDTP] karena sudah kena BMAD," jelas Putu pada Bisnis, Senin (24/7/2017).
Putu menyebutkan Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan sedang membahas apakah pengenaan BMAD sekaligus BMDTP memungkinkan untuk diterapkan. Menurutnya, kode HS baja paduan dan karbon sama, sehingga jika BMAD diimplementasikan, kedua jenis baja tersebut akan dikenai bea masuk.
Pemerintah merencanakan akan menggunakan surveyor independen untuk melakukan pengecekan pada tahap berikutnya. Bagi industri dengan dokumen legal dan tidak melakukan penyimpangan, akan dikenakan BMDTP sehingga biaya yang mereka keluarkan untuk membayar BMAD akan terkembalikan.
Putu menegaskan pemerintah melihat perlunya ada kebijakan safeguard untuk mengendalikan penyimpangan impor baja, karena pemasukan yang berlebihan telah berimplikasi pada penurunan utilisasi pabrikan baja hulu Tanah Air.