Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fasilitas Regasifikasi Perlu Ditambah 25 Juta Ton Per Tahun pada 2035

Berdasarkan proyeksi, Indonesia perlu tambahan kapasitas fasilitas regasifikasi sebesar 25 juta ton per tahun pada 2035.

Bisnis.com, JAKARTA--Berdasarkan proyeksi, Indonesia perlu tambahan kapasitas fasilitas regasifikasi sebesar 25 juta ton per tahun pada 2035.

Senior Expert Gas&Power Wood Mackenzie, Edi Saputra mengatakan untuk bisa memanfaatkan gas diperlukan tambahan kapasitas fasilitas regasifikasi 25 juta ton per tahun (million ton per annum/mtpa) pada 2035. Proyeksi tersebut dibuat berdasarkan asumsi pertunmbuhan permintaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).

Dia menyebut kapasitas fasilitas regasifikasi yang terpasang saat ini baru sekitar 8 mtpa. Di sisi lain, konsumsi LNG diperkirakan terus naik. Pada tahun ini, konsumsi LNG sebesar 2,8 mtpa, 2020 8 mtpa dan menjadi 2030 naik menjadi 15 mtpa.

"Butuh tambahan fasilitas regasifikasi 25 mtpa di 2035," ujarnya dalam acara Gas Indonesia Summit&Exhibition di Jakarta, Kamis (13/7).

Dia menyebut penambahan infrastruktur gas mutlak diperlukan agar bisa memenuhi kebutuhan. Pasalnya, terdapat kecenderungan pertumbuhan konsumsi LNG di dalam negeri khususnya dari sektor ketenagalistrikan.

Dia menyebut terdapat masa kekurangan pasokan dalam volume yang kecil pada tahun 2020 dan 2025. Dia pun memperkirakan Indonesia belum perlu membuat kontrak impor LNG dalam jangka panjang.

Paling tidak, terdapat dua alasan yang mempengaruhi keputusan impor LNG untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri. Pertama, ketercapaian proyek dan utilitas pembangkit gas.

Menurutnya, meskipun dari 35.000 mega watt (MW), sekitar 14.000 MW merupakan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) namun kebutuhan gas tak bisa dihitung secara linier. Pasalnya, penggunaan gas nantinya akan dihadapkan dengan beberapa proyek skala besar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang bersumber dari batubara yang beroperasi. Lebih murahnya biaya operasi PLTU membuat kecenderungan utilisasi gas pada PLTG bisa saja lebih rendah.

Kedua, berakhirnya kontrak ekspor LNG. Dia menilai bila pemerintah menarik semua alokasi ekspor ke dalam negeri, maka impor jangka panjang tak perlu dilakukan. Dia menganggap kemampuan lapangan gas domestik dapat memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.

"Perkiraan kita itu 2020 dan 2025 ada small gap tapi tidak signifikan jadi belum diperlukan longterm import sampai 2025," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper