JAKARTA—Pengerjaan dua jenis pesawat komersial ke dalam proyek strategis nasional diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor pesawat mesin baling-baling buatan asing.
Proyek pengembangan pesawat baling-baling jarak menengah itu dikerjakan perusahaan aviasi pelat merah PT Dirgantara Indonesia dan perusahaan bentukan Presiden B.J. Habibie PT Regio Aviasi Industri.
“Sekarang itu seluruh maskapai penerbangan jarak menengah masih menggunakan pesawat baling-baling impor,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan, Kamis (13/7/2017).
Dirgantara bakal memproduksi pesawat tipe N-245, dan RAI menggarap produksi pesawat jenis R80. Proyek pengembangan kedua pesawat itu membutuhkan pendanaan Rp20,05 triliun dan ditargetkan mulai mengudara pada 2022.
Pemerintah ingin mulai menerapkan kebijakan konten lokal untuk belanja pengadaan pesawat. “Pengadaan pesawat nantinya mengutamakan produk yang ada investasinya di sini,” ujar Putu.
Terlebih, kondisi geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan membutuhkan ketersediaan armada pesawat jarak menengah dalam jumlah besar. Menurutnya, potensi pasar jasa penerbangan sudah saatnya diraup oleh industri dirgantara domestik.
“Maka N-245 dan R80 masuk ke dalam proyek strategis, supaya kedua produk itu bisa dideliver untuk memenuhi permintaan maskapai yang memang tinggi,” ujar dia.
Pemerintah memberikan penjaminan kepada dua perusahaan pengembang proyek N-245 dan R80. Hanya saja, bentuk penjaminan proyek itu bukan berupa suntikan modal. “Bentuk penjaminan pemerintah di sini sedikit berbeda. Umumnya proyek strategis yang macet itu diambil alih pemerintah. Khusus program pengembangan pesawat ini, bila macet di tengah jalan, pemerintah jamin tidak akan diambil alih,” ujar Putu.