Bisnis.com, JAKARTA -- Biaya Pokok Produksi (BPP) tenaga listrik Indonesia terus menurun sejak tahun 2014. Turunnya harga BPP yang dijual untuk PT Perusahaan Listrik Negara bertujuan untuk penyediaan tenaga listrik yang semakin terjangkau dan upaya efisiensi menurunkan harga konsumsi listrik bagi rakyat.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko mengatakan berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2014, realisasi BPP pembangkitan tenaga listrik PT PLN (Persero) tercatat sebesar Rp. 1.105 per kilo Watt hour (kWh), kemudian menurun tahun 2015 menjadi sebesar Rp. 998 per kWh dan kembali turun tahun 2016 menjadi sekitar Rp. 983 per kWh.
"Tren penurunan BPP tenaga listrik ini merupakan bukti upaya pemerintah untuk mendorong agar PLN semakin efisien dalam penyediaan tenaga listrik. Ini sudah realisasi, jadi bukan lagi rencana atau janji. Kedepan upaya efisiensi akan terus ditingkatkan," ungkap Sujatmiko, Selasa (4/7/2017).
Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan BPP listrik adalah upaya pengurangan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai bahan bakar pembangkit listrik (fuel mix) PT PLN. Porsi BBM dalam fuel mix PT PLN 2014 sebesar 11,81%, kemudian menurun menjadi 8,58% pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 hanya sekitar 6,96%.
Sebaliknya porsi gas bumi dalam fuel mix pembangkit PT PLN meningkat dari tahun 2014 sebesar 24,07% menjadi 25,88% tahun 2016. Demikian halnya dengan porsi energi terbarukan yang meningkat dari 11,25% pada 2014, menjadi 12,46% pada 2016.
Menurut Sujatmiko, efisiensi dengan strategi fuel mix ini cukup signifikan dampaknya, mengingat biaya energi primer mencapai 66% dari total BPP tenaga listrik.
"Selain itu, efisiensi juga dilakukan di aspek lainnya seperti susut jaringan atau losses, pemeliharaan, dan pembelian tenaga listrik," tambah Sujatmiko.
Efisiensi di sisi pembangkit dapat berdampak pada tarif listrik yang semakin terjangkau bagi konsumen. Berdasarkan data terbaru yang dilansir PT PLN (Persero), status bulan Mei 2017, untuk golongan rumah tangga, tarif tenaga listrik Indonesia sebesar Rp1.467 per kWh masih lebih murah dibandingkan Filipina sebesar Rp. 2.359 per kWh, Singapura sebesar Rp. 2.185 per kWh, dan Thailand sebesar Rp. 1.571 per kWh.
Di samping itu, masih ada tarif rumah tangga bersubsidi di Indonesia yang jauh lebih murah dibandingkan negara-negara di ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam, yaitu pelanggan 450 VA dengan tarif hanya sebesar Rp. 415 per kWh dan pelanggan 900 VA rumah tangga tidak mampu sebesar Rp. 586 per kWh.
"Data tarif tenaga listrik tersebut, menunjukkan keadilan sosial dimana tarif tenaga listrik bersubsidi hanya untuk rakyat tidak mampu. Selain itu, Pemerintah terus mendorong agar BPP tenaga listrik semakin efisien, sehingga tarif tenaga listri semakin terjangkau. Ini bukti Negara hadir," tutup Sujatmiko.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan bahwa sesuai arahan Presiden Joko Widodo, tarif listrik per 1 Juli hingga 31 Desember 2017 tidak ada yang naik atau tetap seperti sekarang.