Bisnis.com, PEKANBARU—Industri berbahan baku hutan tanaman industri (HTI) di Riau berupa pabrik kertas dan bubur kertas (pulp) akan menempuh langkah terakhir berupa impor hingga 9,5 juta meter kubik per tahun, karena terancam kekurangan baku akibat rencana penerapan PP gambut yang baru.
Diberlakukannya PP No.57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta sejumlah keputusan dan peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup sebagai aturan teknisnya bisa mengakibatkan industri HTI kekurangan pasokan bahan baku, karena sebagian lahan akan dialihfungsikan menjadi hutan lindung.
Ketua APHI Komda Riau Muller Tampubolon mengatakan untuk mengurangi kekosangan pasokan bahan baku, para pelaku usaha sudah menyiapkan opsi impor dari negara tetangga Malaysia. Namun, opsi ini merupakan langkah terakhir jika PP gambut tersebut terpaksa diberlakukan.
“Industri tidak mau rugi, karena pabrik harus tetap beroperasi. Mereka sudah ancang-ancang impor bahan baku,” katanya kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa (13/6).
Muller mengatakan langkah impor merupakan dilematis bagi pengusaha. Sebab, akan ada dana atau devisa dalam negeri yang keluar. Namun, cara ini terpaksa tetap ditempuh sebab, jika pabrik kekurangan bahan baku akan menambah kerugian.
Menurutnya penerapan regulasi baru mengenai pengelolaan gambut tersebut mengakibatkan 76% atau area seluas 398.216 hektare dari total 526.070 hektare hutan tanaman industri yang sudah ditanami di Riau, akan berubah menjadi fungsi hutan lindung. Areal HTI yang terkena dampak regulasi gambut itu hanya bisa panen satu daur saja, dan pemegang izin harus mengembalikannya fungsinya seperti hutan alam.
Muller mengatakan dari 398.216 hektare yang berubah fungsi lindung tetap bisa dipanen selama satu daur (5 tahun). Namun demikian, setelah itu industri pulp dan kertas di Riau ke depan dipastikan akan kekurangan bahan baku setara dengan 47,7 juta meter kubik atau 9,5 juta meter kubik per tahun.
“Kami harus mencari sumber bahan baku baru dari impor 9,5 juta meter kubik per tahun. Ini sangat disayangkan,” jelasnya.
Dampak lebih jauh adalah pengurangan karyawan. Para perusahaan HTI dan pabrik kertas sudah membuat scenario pengurangan karyawan karena areal mereka berkurang. Dia berharap, dengan kondisi ini PP gambut beserta aturan turunannya direvisi.
Hal senada sudah disampaikan Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Riau, Nursal Tanjung mengenai rencana pemecatan karyawna di industri HTI. Menurut dia, ada 22.000 pekerja di sektor ini yang khawatir mengenai dampak penerapan PP gambut.
SPSI Riau meminta pemerintah mengkaji ulang dampak sosial dari penerapan PP gambut tersebut dan memberikan solusi terbaik agar karyawan tidak menjadi korban.