Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laba Qatar Airways Naik 22%, Tapi Terancam Kisruh Teluk

Qatar Airways melaporkan telah membukukan kenaikan laba tahunan untuk tahun fiskal yang berakhir pada 31 Maret atau sebelum meningkatnya kisruh politik di kawasan Teluk yang berujung pada larangan memasuki wilayah udara sejumlah negara.
Warga menyaksikan burung merpati di Pasar Souq Waqif market,Doha, Qatar./Reuters
Warga menyaksikan burung merpati di Pasar Souq Waqif market,Doha, Qatar./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Qatar Airways melaporkan telah membukukan kenaikan laba tahunan untuk tahun fiskal yang berakhir pada tanggal 31 Maret atau sebelum meningkatnya kisruh politik di kawasan Teluk yang berujung pada larangan memasuki wilayah udara sejumlah negara.

Kenaikan laba ini ditopang oleh langkah-langkah Qatar Air dengan memperbesar armada jet berbadan lebar untuk membawa lebih banyak wisatawan dalam jarak jauh melalui Doha, menambah daftar tempat tujuan, serta membeli bagian dalam sejumlah maskapai mitra utama.

Maskapai penerbangan milik Qatar itu menyatakan bahwa laba bersih untuk tahun berjalan yang berakhir pada 31 Maret naik 22% menjadi 1,97 miliar riyal (US$538,7 juta). Sementara itu, pendapatan perusahaan naik 10% menjadi 38,9 miliar riyal.

Selama periode itu, Qatar Air menambahkan 10 tujuan baru dan membawa 32 juta penumpang, naik dari 26,6 juta penumpang pada tahun sebelumnya. Qatar Air pun berharap untuk mendapatkan Airbus SE A350-1000 pertamanya pada tahun 2017, serta menambah 29 pesawat A350-900 dan 37 pesawat A350-1000 dalam lima tahun ke depan.

Meski demikian, rencana pertumbuhan ambisius salah satu maskapai penerbangan terbesar di Timur Tengah itu bisa terhambat di tengah perseteruan diplomatik yang sedang berlangsung di kawasan Teluk.  

Sejumlah negara Arab yang dipimpin oleh Saudi pekan lalu memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Qatar, menutup penerbangan dari dan ke negara itu, serta memblokir akses udara, laut dan darat.

Penutupan wilayah udara untuk penerbangan-penerbangan Qatar pun akan membatasi pergerakan Qatar Air ke rute utara melalui Iran dan Kuwait, sekaligus mengganggu penerbangan menuju Doha, terutama dari Afrika.

Diogenis Papiomytis, direktur kedirgantaraan dari Frost & Sullivan, memperkirakan sekitar 30% pendapatan Qatar Air bisa terpukul, termasuk kerugian lalu lintas langsung, biaya operasional untuk mengalihkan penerbangan, dan penurunan tarif premi yang tidak proporsional karena kekayaan relatif negara-negara yang memberlakukan larangan tersebut.

“Mengalihkan [pesawat] sekitar wilayah udara tertutup menyebabkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi dan waktu penerbangan yang lebih lama. Tujuan di Afrika dan seluruh Samudra Hindia mungkin tidak lagi berkelanjutan sebagai bagian dari jaringan Qatar Airways,” ujar Mark Martin, kepala Martin Consulting yang berbasis di Dubai.

Dalam pernyataannya, pihak Qatar Air mengatakan akan terus beroperasi ke seluruh jaringannya sesuai jadwal yang dipublikasikan.

“Qatar Airways terus beroperasi ke seluruh jaringannya sesuai jadwal yang dipublikasikan dengan penyesuaian untuk efisiensi operasional dan komersial dari hari ke hari, yang merupakan praktik standar penerbangan,” jelasnya tanpa menguraikan lebih lanjut, dikutip Bloomberg (Senin, 12/6/2017).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper