Bisnis.com, JAKARTA--PT Pertamina (Persero) memukul mundur target penyelesaian pembangunan kilang karena alasan finansial. Berikut kerugian bila proyek kilang mundur.
Pengamat Energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan mundurnya target pengerjaan kilang, dia menyebut, dikhawatirkan akan membatalkan sejumlah kesepakatan yang disepakati dengan mitra. Adapun, dari enam proyek kilang, dua di antaranya telah mendapatkan mitra yakni Kilang Cilacap (Saudi Aramco) dan Kilang Tuban (Rosneft).
"Khawatirnya, investor-investor yang sudah di-approach dan kesepakatan-kesepakatan yang ada bisa mentah kembali. Tidak mudah untuk mencapai hal itu," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (6/6/2017).
Menurutnya, bila mitra tak sejalan dengan perubahan itu, proyek semakin tertunda dan berdampak pada impor BBM yang semakin besar. Dampaknya, tutur Pri Agung, bisa mengurangi devisa dan menyusutkan nilai tukar Rupiah.
"Jika akhirnya sampai batal, jelas ke depannya impor BBM akan semakin besar. Pada gilirannya, akan menggerus devisa dan memperlemah nilai tukar Rupiah," katanya.
Dia menilai keputusan memukul mundur target terpaksa dilakukan karena perseroan harus mengemban tugas pelayanan publik melalui penyaluran BBM jenis solar yang masih mendapat subsidi dan premium yang belum dijual sesuai formula.
Dia menilai hal itu masih bisa diselesaikan dengan pemberian kompensasi dari pemerintah. Dengan demikian, pendanaan proyek kilang bisa dijalankan tanpa mengganggu kinerja korporasi.
"Keputusan itu masih bisa berubah lagi, asalkan ada solusi dan kompensasi dari pemerintah terhadap masalah ini," katanya.
Sebagai gambaran, untuk proyek penambahan kapasitas Kilang Balongan membutuhkan dana US$1,27 miliar, Kilang Balikpapan Us$5,3 miliar, Kilang Cilacap US$4,5 miliar, Kilang Tuban sekitar US$13 miliar dan Kilang Bontang sekitar US$8 miliar untuk menaikkan kapasitas kilang dari saat ini 800.000 barel per hari (bph) menjadi 2 juta bph. Sementara itu, tingkat konsumsi BBM mencapai 1,6 juta bph.
Lebih lanjut, Direktur Mega Proyek Kilang dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan target operasi kilang harus direvisi. Seperti diketahui, Pertamina menjalankan enam proyek kilang bersamaan yakni empat proyek penambahan kapasitas kilang dan dua proyek kilang baru.
Empat proyek penambahan kapasitas kilang yakni Kilang Balikpapan, Kilang Balongan dan Kilang Dumai yang dibangun sendiri oleh Pertamina, Kilang Cilacap yang bermitra dengan Saudi Aramco. Dua kilang lainnya yakni Kilang Tuban dan Kilang Bontang merupakan kilang baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph.
Dia menjelaskan untuk proyek penambahan kapasitas Kilang Balikpapan tahap 1 akan diselesaikan pada Juni 2020 dengan kapasitas 260.000 barel per hari (bph) menjadi 360.000 bph dengan standar Euro 2. Kemudian, pada tahap 2 selesai di 2021 dengan kapasitas yang sama namun standarnya naik ke Euro 5.
Proyek lainnya, yakni Kilang Balongan dimulai tahun ini ditarget selesai 2021 dari semula 2020. Kilang Balongan akan naik kapasitasnya dari 250.000 bph menjadi 450.000 bph.
Adapun, proyek yang dibangun dengan mitra yakni Kilang Cilacap dan Kilang Rosneft juga mundur dari target semula. Kilang Cilacap yang akan dibangun bersama Saudi Aramco akan selesai di 2023 dari target awal di 2021. Kemudian, Kilang Tuban yang dibangun bersama Rosneft akan selesai di 2024 dari semula 2021.
Sisanya, yakni kilang baru Bontang berkapasitas 300.000 bph dan proyek penambahan kapasitas Kilang Dumai masih menanti evaluasi perseroan targetnya. Padahal, sebelumnya Bontang ditarget selesai di 2023 dan Dumai selesai di 2024.
"Jadi dari sisi beban finance-nya diatur sedemikian rupa karena kan projectnya Ini kan tidak cuma mega project ada yang akuisisi hulu, terus project infrastruktur teman-teman di pemasaran, sehingga beban finance-nya diatur kembali dan itu disampaikan kepada pemerintah ada beberapa yang digeser. "