Bisnis.com, PALEMBANG – Standar Indonesian Good Aquaculture Practices untuk perikanan budi daya harus disertifikasi oleh lembaga sertifikasi independen agar kredibilitasnya diakui dunia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana mewajibkan Indonesian Good Aquaculture Practices (Indogap)—nomenklatur baru dari Cara Budi Daya Ikan yang Baik (CBIB). Indogap mengintegrasikan berbagai standar dalam rantai usaha, salah satunya Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pakan ikan. SNI ini sempat akan diwajibkan pada 2016 tetapi kemudian tertunda.
Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh S. Achmad menjelaskan Indogap berpeluang menjadi mandatori dalam usaha perikanan budi daya. Di sisi lain, dia menilai perikanan bukan termasuk bidang beresiko tinggi sehingga proses sertifikasi pun dapat didelegasikan kepada pihak independen.
“Dalam rapat kabinet terbatas yang bahas perlindungan konsumen, Presiden Joko Widodo juga memberikan arahan untuk menggandeng pihak ketiga sehingga pemerintah tidak sibuk menyertifikasi,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (23/5/2017).
Sejak meluncur pada 2007, sertifikasi CBIB dilakukan oleh pemerintah yakni Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya KKP. Pada 2015, KKP mendelegasikan sebagian tugas sertifikasi kepada dinas-dinas kelautan dan perikanan provinsi.
Kukuh menyarankan KKP untuk lebih dahulu merumuskan konsep Indogap yang tujuannya agar produk Indonesia diterima pasar internasional. Karena itu, Indogap harus mengadopsi prinsip-prinsip yang berlaku oleh badan sertifikasi dunia.
Saat ini, Kukuh mengakui lembaga sertifikasi yang menggarap perikanan belum memadai. Mereka membutuhkan sumber daya yang ahli untuk mengaudit langsung ke lapangan.
Meski demikian, KKP perlu menyosialisasikan skema baru Indogap kepada para pelaku usaha besar dan kecil. Kelak, kalangan pembudi daya ikan sudah siap sehingga lembaga sertifikasi pun dengan sendirinya menjamur.
“Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti) juga kan telah meminta agar pakai pihak ketiga,” tutur Kukuh.
KKP diminta tidak sungkan belajar dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang disertifikasi oleh lembaga independen. Per 15 November 2016, SVLK diakui oleh Uni Eropa sebagai lisensi Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT) yang membuat produk kayu asal Indonesia bisa melenggang masuk ke Benua Biru.
Sejak 2009, Komite Akreditasi Nasional (KAN)—organ di bawah BSN— telah mengakreditasi 13 lembaga pemantau dan 22 verifikasi independen untuk SVLK. Mereka memperebutkan 1.000 lebih pelaku usaha bidang kehutanan yang diwajibkan menggenggam sertifikat SVLK sebagai syarat ekspor.
Kukuh yang juga Sekretaris Jenderal mengatakan instansinya juga yang akan mengakreditasi lembaga sertifikasi di bidang perikanan budi daya. Bekal KAN adalah pengalaman menggarap 20 sertifikasi global yang berlaku di Tanah Air.