Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan bahwa ketimpangan pendapatan yang besar membuat persentase penduduk miskin di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam, seperti yang diungkapkan Bank Dunia.
Menurut Anggota DEN Arief Anshory Yusuf, ada yang beranggapan metode penentuan garis kemiskinan Bank Dunia bermasalah.
Pasalnya, pendapatan per kapita Indonesia jauh lebih tinggi dari Vietnam, tetapi persentase penduduk miskin Indonesia malah jauh lebih besar dari Vietnam.
Kendati demikian, Arief menyebut keganjilan tersebut bisa dijelaskan dengan mudah lewat analisis ketimpangan pendapatan.
“Karena ini kalau misalkan income per kapita-nya tinggi, tapi kemiskinannya banyak, berarti pendapatan per kapita-nya itu terkerek oleh orang-orang yang income-nya sangat tinggi,” kata Arief kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).
Adapun, Bank Dunia mencatat pendapatan per kapita Indonesia mencapai US$4.810 pada 2023, sementara Vietnam baru mencapai US$4.110 pada 2023. Di sisi lain, dengan standar negara berpendapatan menengah, Bank Dunia mencatat penduduk miskin Indonesia mencapai 68,2% dari total populasi pada 2024, sementara Vietnam hanya 21,5% dari total populasi pada 2022.
Menurut Arief, data Bank Dunia itu malah bisa menunjukkan ketimpangan pendapatan di Indonesia jauh lebih tinggi daripada di Vietnam. Dia pun tidak heran apabila masyarakat Vietnam lebih setara daripada Indonesia.
Guru Besar FEB Universitas Padjajaran itu mengingatkan bahwa sejak awal Vietnam merupakan negara dengan pemerintahan komunisme.
“Mereka [Vietnam] dari dulunya itu melakukan land reform, segala macam. Jadi wajar ketimpangan mereka rendah, dan data yang saya punya, yang dari Standardized Income Inequality Database, itu menunjukkan Indonesia sebenarnya GINI-nya itu lebih tinggi daripada yang diumumkan BPS, itu 0,46. Sementara Vietnam itu hanya 0,3,” ungkap Arief.
Oleh sebab itu, Arief mendorong agar pemerintah atau para pemegang kepentingan tidak boleh menafikan data yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia.
Dia mengungkapkan bahwa keberhasilan suatu pembangunan itu tidak hanya terlihat dari masa ke masa, tetapi juga melalui perbandingan antarnegara. Data perbandingan itu, sambungnya, didapatkan dari lembaga-lembaga internasional.
“Jadi garis-garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia dan lembaga-lembaga lainnya, itu harus dijadikan introspeksi dalam merumuskan arah kebijakan nasional supaya lebih komplit,” tuturnya.
Adapun, persentase penduduk miskin di Indonesia versi Bank Dunia yang mencapai 68,2% atau setara 194,4 juta orang pada 2024 itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada September 2024, BPS mencatat penduduk miskin hanya sekitar 8,57% atau setara 24,06 juta orang.