Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tsingshan dkk Pangkas Produksi, Sinyal Smelter & Tambang Nikel Harus Dibatasi

Ekonom menilai smelter dan tambang nikel harus mulai dibatasi seiring kondisi kelebihan pasokan baja tahan karat.
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023)./Bloomberg-Dimas Ardian
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023)./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mewanti-wanti sinyal mulai lesunya pasar nikel global. Hal ini menyusul pemangkasan produksi stainless steel atau baja tahan karat di smelter milik Tsingshan Holding Group Co di Morowali, Sulawesi Tengah.

Adapun, pemangkasan produksi tak lepas dari kelebihan pasokan stainless steel lokal yang menyebabkan harga anjlok. Pemangkasan produksi disebut juga terjadi di beberapa smelter nikel lain di Weda Bay, Halmahera Utara.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, saat ini nikel untuk bahan baku baja nirkarat sudah oversupply. Di sisi lain, permintaan pasar ekspor juga sedang turun.

"Permintaan China soal produk olahan nikel sedang lesu. Harga nikel ore spot yang turun tajam -13,2% year on year di pasar internasional jadi indikasi oversupply tetap terjadi," jelas Bhima kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

Dia mencatat terdapat 44 smelter yang beroperasi. Menurutnya, jumlah itu terlalu banyak sehingga terjadi mismatch atau ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan. 

Di sisi lain, Bhima juga menilai bahwa pemerintah terlalu jumawa dengan cadangan nikel RI yang besar. Namun, cadangan itu bukan dipergunakan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV), melainkan bahan baku baja tahan karat. 

"Salah perencanaan sejak awal karena perusahaan yang diberi insentif pajak tax holiday dan tax allowances, tidak membantu ekosistem baterai secara signifikan," imbuh Bhima.

Di samping itu, teknologi baterai EV makin berkembang pesat. Dulu ketergantungan nikel sebagai bahan baku baterai tinggi, sekarang sudah ada baterai berbasis lithium ferro-phosphate (LFP), kemudian China kembangkan sodium.

Oleh karena itu, alternatif bahan baku baterai selain nikel makin banyak dan hal ini jadi ancaman serius keberlanjutan hilirisasi. 

"Sekarang timbul pertanyaan, untuk apa izin tambang nikel terus diberikan? Buat apa izin smelter juga dibuka terus? Makin lama makin tidak rasional hilirisasi nikel," ujar Bhima.

Dia pun mengingatkan, dengan kasus Tsingshan sebagai salah satu produsen nikel olahan terbesar, pemerintah tidak boleh menganggap enteng masalah tersebut.

Menurut Bhima, selama pasar masih bergantung ke China yang cukup dominan dan belum ada pasar ekspor baru yang potensial lainnya, maka kondisi tidak terserapnya nikel sudah menjadi lampu kuning.

"Kami selalu usulkan agar dilakukan moratorium izin smelter dan tambang nikel baru, demi kebaikan harga nikel Indonesia," kata Bhima.

Sebelumnya, Tsingshan Holding Group Co buka suara dan mengonfirmasi terkait kabar pemangkasan produksi stainless steel di smelternya yang berlokasi di kawasan industri nikel, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) itu.

Global Sales Head Eternal Tsingshan Group Ltd Steven Chen mengatakan, kondisi tersebut tak lepas dari harga stainless steel yang belakangan ambrol di China maupun di Indonesia. 

Perusahaan asal Negeri Tirai Bambu itu pun mengaku lebih memilih untuk ekspor stainless steel ke pasar global lain dibandingkan ekspor ke China itu sendiri.

“Seperti saya katakan bahwa margin [industri smelter] terus menurun beberapa bulan terakhir, sejak akhir tahun lalu. Banyak smelter dan pemain di luar sana yang sedang berjuang dengan isu ini,” kata Chen dalam agenda Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Rabu (4/6/2025).

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menilai kondisi tersebut tidak mengkhawatirkan dan tidak akan memengaruhi upaya pemerintah dalam mendorong hilirisasi nikel di dalam negeri. 

"Sudah sebelum penyetopan itu kan sekarang dari harga [nikel] sudah cukup bagus, bahkan [pasar] dari sisi ore-nya cukup oke, lah. Jadi enggak ada pengaruhnya," katanya dalam acara Human Capital Summit 2025, Selasa (3/6/2025) lalu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper