Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menperin: Krakatau Osaka Steel Segera Beroperasi Juli

Krakatau Osaka Steel siap beroperasi secara komersial pada Juli 2017 dengan target produksi tahun ini 200.000 ton.

Bisnis.com, JAKARTA - Krakatau Osaka Steel siap beroperasi secara komersial pada Juli 2017 dengan target produksi tahun ini 200.000 ton.

Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian mengatakan Osaka Steel sudah meminta izin ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk peresmian pabrik bajanya.

"Pada 20 Juli tahun ini PT Krakatau Osaka Steel [KOS] sudah siap beroperasi secara komersial," ujar Airlangga kepada Bisnis Rabu (24/5).

KOS adalah pabrik baja hasil joint-venture antara PT Krakatau Stell (Persero) Tbk dan Osaka Steel dari Jepang dengan total investasi senilai US$200 juta. Peresmian ini mundur dari rencana sebelumnya pada akhir tahun lalu dan Januari 2017.

Target kapasitas produksi dari pabrik ini adalah 500.000 ton per tahun dan akan bisa dicapai pada tahun 2019 nanti.

Produk line-up dari Krakatau Osaka Steel yakni equal angles 40-120mm, u channels 80-125mm, reinforced bars 10-50mm, flat bars 50-150mm.

"Produknya akan dipasarkan untuk kebutuhan domestik," katanya.

Pada 2016, Indonesia masih mengimpor 6 juta ton baja dari kebutuhan sebesar 14 juta ton baja mentah. Dengan adanya KOS, setidaknya akan mengurangi jumlah impor baja.

Kemenperin saat ini sedang berupaya untuk pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten dengan kapasitas produksi 10 juta ton. Hal ini guna mengurangi ketergantungan impor baja.

Sementara itu, Airlangga menambahkan, bahwa KOS tidak termasuk dalam pembangunan klaster baja 10 juta ton yang sedang dicanangkan pemerintah. Mengingat volume dari KOS dianggap belum memenuhi.

KOS nantinya akan berlokasi di Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) dengan luas 21,6ha.

Pada 2017 produksi baja domestik ditargetkan naik 5% dibanding tahun lalu. Namun target tersebut akan mendapat kendala utama dari harga gas yang dianggap masih mahal, untuk industri baja gas harganya mencapai US$9,5 per MMBtu. Kendala ini menjadi tantangan pertama KOS. (Regi Yanuar).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper