Bisnis.com, JAKARTA- Negara perlu hadir untuk mengatur pro dan kontra pada industri sawit pascaresolusi Parlemen Eropa. Bentuknya melalui berbagai regulasi yang mendukung pertumbuhan industri itu sebagai komoditas andalan nasional.
Anggota DPR RI Firman Subagyo mengatakan keputusan untuk membuat regulasi tersebut tidak bisa ditunda. Apalagi, pemerintah telah menunjukkan sikap tegas dengan menolak tudingan Parlemen Eropa yang mengaitkan komoditas sawit dengan isu hak asasi manusia, korupsi, dan sosial budaya.
Firman berpendapat, tudingan Parlemen Eropa menunjukkan ketidaksiapan negara barat berkompetisi dengan Indonesia dalam peta persaingan minyak nabati dunia. “Kalau kita cermati, semangat dibalik tudingan itu adalah untuk mematikan perekonomian nasional,” kata Firman di Jakarta, Rabu (12/4) dikutip Antara.
Tahun lalu kontribusi sawit terhadap penerimaan negara mencapai US$ 20 per tahun atau sekitar 10% dari APBN Indonesia. Pendapatan dari sawit lebih unggul dibandingkan minerba dan migas. Karena itu, kehadiran berbagai regulasi yang mendukung pertumbuhan sawit menjadi penting dan tidak bisa dipandang sebelah mata.
Firman mengingatkan semua pihak harus berani menentang kepentingan kelompok tertentu yang duduk sebagai penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, para akademisi dari berbagai kalangan dunia pendidikan, kaum intelektual dan LSM yang tidak pernah surut untuk melakukan pembodohan dan pemiskinan pada masyarakat Indonesia melalui kampanye hitam sawit.
Tanpa disadari, kata Firman selama ini cukup banyak kesalahan dibiarkan. Bahkan, sejak reformasi, banyak regulasi yang berpihak kepada kepentingan asing. Banyak potensi ekonomi penting di Indonesia ingin diatur dan dikuasai asing dan tanpa disadari negeri sudah dikuasai sekelompok manusia tertentu saja.
Indonesia berdaulat
Firman mengatakan sebagai bangsa yang berdaulat, kita perlu memahami secara utuh UUD 1945 dan Pancasila sebagai ideologi negara.
Pada preambule (pembukaan) UUD 1945 yang berbunyi Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh karena itu ,maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan keadilan. Pertanyaannya, kata Firman, “Apakah kita sudah merdeka? atau apakah kita sudah tidak dijajah?”
Dia mengatakan secara legal formal Indonesia sudah merdeka, namun jika melihat kasat mata dari perekonomian nasional belum merdeka. “Kita harus jujur walaupun ada peningkatan keidupan sosial dibanding sebelumnya namun ini tidak menunjukan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Ini akibat dari satu konsekuensi sebuah kebebasan baik informasi dan globalisasi ekonomi. Karena itu kedaulatan menjadi penting.”