Bisnis.com, CIREBON- PT Pertamina (Persero) telah menyiapkan biaya pembelian saham partisipasi Lapangan Gas Jambaran-Tiung Biru.
Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina (Persero) Denie Tampubolon mengatakan anggaran untuk akusisi hak kelola di Lapangan Jambaran-Tiung Biru telah disiapkan dari internal.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan tak akan sebesar untuk membeli saham partisipasi wilayah kerja. Pasalnya, lapangan yang sebelumnya ditarget mulai menghasilkan gas pada 2019 itu hanya bagian dari Blok Cepu.
Pada 2016, realisasi belanja modal (capital expenditure/capex) di sektor hulu sebesar US$1,8 miliar yakni US$0,3 miliar untuk aset luar negeri dan US$1,5 miliar untuk aset domestik. Adapun, pada tahun ini dialokasikan biaya untuk akuisisi sebesar US$1 miliar hingga US$2 miliar.
Pada proyek tersebut, PT Pertamina EP Cepu (PEPC) berperan sebagai operator dan menguasai saham partisipasi (participating interest/PI) sebesar 45%. Sementara, pada Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited menjadi operator dengan komposisi kepemilikan PI yakni PEPC 45%, ExxonMobil Cepu Limited 45% dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 10%.
Adapun, mengacu pada surat dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.9/13/MEM/2017 pada 3 Januari 2017, pemerintah menugaskan perseroan untuk mengembangkan secara penuh Lapangan Jambaran-Tiung Biru yang merupakan unitisasi antara Blok Cepu dan wilayah kerja milik Pertamina EP.
"Sudah siap. Enggak akan besar karena hanya bagian dari Blok Cepu," ujarnya di sela acara Media Gathering Direktorat Hulu Pertamina di Cirebon, Jawa Barat, Senin (10/4/2017).
Direktur Utama PEPC Adriansyah mengatakan beberapa parameter keekonomian, katanya, telah sejalan namun pembahasan tentang masalah perpajakan pengalihan saham partisipasi juga nilai pembelian 45% saham partisipasi yang diharapkan bisa tuntas di Mei 2017. Adapun melalui kegiatan tersebut diharapkan bisa segera memfinalkan perjanjian jual beli gas (PJBG) pada kuartal II/2017.
Percepatan penyelesaian PJBG, katanya, diharapkan bisa mendorong proses percepatan lelang desain, pengadaan dan konstruksi (engineering procurement construction/EPC). Alhasil, produksi gas pertama bisa dimulai pada 2020.
"Ada beberapa lagi soal interpretasi perpajakan. Perundingan jalan terus. Mei selesai karena JTB harus jalan tahun ini supaya onstream 2020," ujarnya dalam acara Media Gathering Direktorat Hulu Pertamina di Cirebon, Jawa Barat, Senin (10/4/2017).
Berdasarkan head of agreement (HoA) yang diteken pada 2015, PT Pertamina (persero) menjadi pembeli utama gas dengan volume 100 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) dan PT Pupuk Kujang Cikampek sebagai pembeli alternatif yang menyerap 85 MMscfd.
Pada perjanjian tersebut, terdapat klausul yang menyebut PT Pertamina (persero) akan menjadi pembeli altenatif bila PT Pupuk Kujang Cikampek tak bersepakat soal harga yang ditetapkan. Namun, PT Pupuk Kujang Cikampek tak jadi membeli gas karena harganya yang ditawarkan dianggap terlalu mahal. Pabrik pupuk menginginkan agar harga jual gas US$7 per MMBtu.