Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan akademisi masih penasaran dengan alasan di balik penerbitan PP No. 57/2016 tentang Perubahan atas PP No. 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Guru Besar Ekologi Kuantitatif Institut Pertanian Bogor (IPB) Yanto Santosa menilai beleid tersebut mengubah rencana tata ruang wilayah (RTRW) lama yang telah mengklasifikasikan mana ekosistem gambut fungsi budi daya dan lindung. Menurutnya, pemerintah seharusnya menetapkan zona lindung secara agregat dari sekitar 14,5 juta hektare (ha) luas lahan gambut Indonesia.
Sayangnya, PP 57/2016 justru menetapkan fungsi lindung berbasis areal kerja. Setiap perusahaan pemegang izin wajib mencadangkan 30% konsesi mereka sebagai fungsi lindung yang tidak boleh digarap.
“Saya tidak paham mengapa PP dan turunannya tidak pro investasi. Ini kan menjadi masalah setiap unit usaha akhirnya,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (6/3/2017).
Di samping menetapkan persentase fungsi lindung, PP 57/2016 juga mematok tinggi muka air tanah di lahan gambut fungsi budi daya sedalam 0,4 meter. Jika lebih dalam, gambut dinyatakan rusak dan pengusaha wajib melakukan restorasi.
Yanto berharap pemerintah berkenan untuk meninjau ulang PP 57/2016 agar kerugian bagi dunia usaha bisa dicegah. Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk mengumpulkan para pakar gambut guna mencari solusi yang ideal.
“Kalau pemerintah menggunakan kekuasaan dengan aturan ya kita tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menegaskan keputusan pemerintah untuk mempertahankan tinggi muka air 0,4 m semata untuk mencegah gambut dalam kondisi kering dan rentan terbakar. Pelaku usaha wajib membangun infrastruktur pembasahan paling lambat enam bulan sejak gambut dilaporkan rusak.
Guna mengantisipasi dampak PP 57/2016, KLHK menawarkan skema tukar guling lahan (land swap) bagi pemegang konsesi kehutanan dan perkebunan yang 40% luas areal kerjanya berupa kawasan gambut fungsi lindung.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Parthama mengakui pencadangan zona lindung mencemaskan pelaku bisnis karena lahan gambut yang sedang digarap dapat beralih menjadi fungsi lindung.
Berdasarkan data KLHK, saat ini terdapat sekitar 2,52 juta ha lahan gambut fungsi lindung di areal perizinan. Sebanyak 1,5 juta ha berada di dalam 101 konsesi perusahaan hutan tanaman industri.