Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertamina Bakal Bangun Industri Petrokimia Terintegrasi

PT Pertamina (Persero) akan segera membangun industri petrokimia terintegrasi huluhilir pertama di Indonesia. Perusahaan menargetkan studi kelayakan (feasibility study/FS) dapat segera diselesaikan pada Maret ini.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan segera membangun industri petrokimia terintegrasi hulu—hilir pertama di Indonesia. Perusahaan menargetkan studi kelayakan (feasibility study/FS) dapat segera diselesaikan pada Maret ini.

Dari paparan Pertamina yang dipresentasikan pada Indonesia Refining & Petrochemical Industry Forum, proyek tersebut akan mengintegrasikan kilang dengan pabrik yang akan memproduksi poliropilena (PP) dan polietilena (PE) serta sejumlah produk petrokimia turunannya.

Wakil Ketua Indonesia Aromatic, Olefin, and Plastic Industry Association (Inaplas) Suhat Miyarso mengungkapkan Pertamina membangun pabrik etilena tersebut setelah terlebih dahulu membereskan pembangunan kilang GRR (grass root refinery).

“Mereka akan bangun pabrik etilenanya setelah GRR selesai. Jadi nanti mereka punya gas dan nafta sendiri. Kalau proyek ini selesai, akan jadi benar-benar terintegrasi dari hulu ke hilir. Selama ini kita [industri petrokimia] masih mengimpor bahan baku,” jelas Suhat di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Kapasitas produksi etilena menjadi parameter dari kapasitas keseluruhan produksi industri petrokimia nasional. Saat ini, kapasitas produksi nafta Tanah Air 860.000 ton, hanya setengah dari kebutuhan nafta nasional yang mencapai 1,6 juta ton per tahun.

Padahal, industri petrokimia merupakan pemasok bahan baku untuk beragam industri lain seperti plastik, tekstil, farmasi, hingga otomotif.

Suhat menjelaskan layaknya Thailand, Malaysia, dan Singapura, Indonesia harus bergerak ke arah industri hulu petrokimia. Di negara-negara itu, pajak yang diberikan pemerintah untuk pembangunan kilang minyak sangat kompetitif.

“Karena nilai tambahnya lebih besar kalau dibangun terintegrasi. Misalnya sekarang minyak mentah US$520 per ton, kalau jadi bahan bakar, dia berhenti di situ. Tapi kalau masuk petrokimia, nilai produknya bisa sampai US$1.400 per ton,” kata Suhat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper