Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan pembuat pesawat udara pelat merah, PT Dirgantara Indonesia berencana mendapatkan sertifikasi terhadap pesawat N219 dari Kementerian Perhubungan pada akhir 2017.
Presiden Direktur PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso mengatakan perseroan saat ini masih melakukan pengujian terhadap seluruh sistem pesawat N219, sebelum melakukan penerbangan perdana di Bandung.
“Kami baru uji sistem, kira-kira avionik-nya bener enggak, satu-satu kami periksa, termasuk hidrolik dan lainnya. Kalau sudah dites, kami tes mesinnya. Yang mungkin sekitar dua bulan untuk menguji seluruhnya,” katanya di Jakarta, Kamis (02/03).
Setelah itu, lanjut Budi, PTDI akan menggelar penerbangan perdana sebelum Mei 2017. Apabila berjalan lancar, proses selanjutnya adalah uji udara. Adapun, proses uji udara itu memakan waktu sekitar 6-8 bulan.
Dia berharap pesawat yang seluruh proses pembuatannya dilakukan oleh teknisi dalam negeri itu dapat membangkitkan kepercayaan diri anak-anak bangsa dalam mengambil keputusan, tanpa adanya intervensi dari teknisi asing.
“Dulu saat mendesain N250, kita mendekati 300-400 tenaga ahli asing untuk memberikan nasihat karena memang kita tidak bisa memutuskan. Nah di N219, kami putuskan sendiri, dan tidak ada satupun tenaga asing yang jadi teknisi,” ujarnya.
Budi menambahkan proyek N219 ini ternyata juga menjadi bagian dari upaya meregenerasi para teknisi di bidang aviasi. Menurutnya, mayoritas teknisi PTDI saat ini sudah mulai memasuki masa pensiun.
Sejalan dengan itu, PTDI optimistis N219 akan laku di pasaran, khususnya pada penerbangan perintis. Budi menghitung sedikitnya ada 200 unit N219 yang dipesan para maskapai, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
“Yang sudah letter of intent itu banyak, sudah sampai sekitar 200 unit. Namun, kami enggak akan teken kontrak dulu. Kami hanya mau meneken kontrak setelah pesawat itu sudah bisa terbang,” tuturnya.
Budi mengungkapkan bahwa harga pesawat N219 berkapasitas 19 kursi itu nantinya akan dipatok lebih murah ketimbang harga pesawat-pesawat sejenis yang berada di kisaran US$7 juta per unit.
Kendati lebih murah, dia meyakini PTDI tetap akan meraup keuntungan dari penjualan N219 tersebut. Apalagi, biaya produksi membuat satu unit N219 jauh lebih rendah, ketimbang saat membuat pesawat N250.
“Untuk pesawat N219, kami mencari barang [komponen] yang biasa dipakai orang. Jangan minta yang spesial. Pengalaman N250 itu terlalu banyak barang spesial. Pada akhirnya, biaya produksi menjadi sangat tinggi,” katanya.
Sekadar informasi, PTDI berencana memproduksi N219 sebanyak 24 unit per tahun dalam beberapa tahun ke depan. Selain membuat pesawat, PTDI juga memiliki fasilitas perawatan pesawat udara (maintenance repair overhaul/MRO)