Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aneka Tuna Keluhkan Lamanya Karantina Ikan

Pelaku usaha pengalengan tuna mengeluhkan kegiatan karantina ikan impor yang menghabiskan waktu berhari-hari, bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah yang menyebutkan kegiatan itu hanya 0,03 hari.
/Jibiphoto
/Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha pengalengan tuna mengeluhkan kegiatan karantina ikan impor yang menghabiskan waktu berhari-hari, bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah yang menyebutkan kegiatan itu hanya 0,03 hari.

PT Aneka Tuna Indonesia (ATI), produsen tuna kaleng terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 5.000 ton per bulan atau 60.000 ton per tahun, harus menunggu setidaknya 8 hari sampai bahan bakunya dinyatakan lulus karantina.

Corporate Planning Manager PT Aneka Tuna Indonesia Shusaku Kobayashi menyebutkan ada dua prosedur yang harus dilalui perusahaan patungan Itochu Corporation dan Hagoromo Foods Corporation—perusahaan pengolahan tuna terkemuka di Jepang—itu dalam proses karantina.

Pertama, pengecekan dokumen yang membutuhkan kurang dari sehari. Kedua, pengecekan mutu—untuk memastikan kandungan salmonella atau histamin—yang memerlukan 7-10 hari. 

“Dibanding negara lain, permintaan dokumen dari pemerintah Indonesia terlalu ketat. Indonesia bisa meminta 9 jenis dokumen. Padahal Filipina, Thailand, Vietnam, cuma minta 1-3 dokumen," katanya kepada Bisnis, Kamis (26/1/2017).

Sebelumnya, Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) menyatakan kontribusi waktu tunggu layanan di pelabuhan yang disumbangkan BKIPM hanya 0,03 hari alias 43,2 menit terhadap dwelling time nasional  2016 yang mencapai 3,7 hari. Angka tersebut merupakan rata-rata waktu tunggu layanan di empat unit pelayanan teknis (UPT) BKIPM di Tanah Air.

Aneka Tuna dengan pabriknya yang berlokasi di Pasuruan, Jawa Timur, selama ini mengimpor 10%-30% kebutuhan bahan baku dari beberapa negara, seperti Jepang dan beberapa negara Mikronesia. Adapun selebihnya dipenuhi dari tuna dan cakalang lokal.

"Kami terpaksa impor karena di Indonesia ada musim hujan, ombak besar, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Selama hasil tangkap kurang baik, kami beli dari luar negeri," jelas Kobayashi.

Aneka Tuna yang berdiri sejak 1991 dengan jumlah karyawan 3.000 orang itu selama ini memasarkan sekitar 2% hasil produksi di dalam negeri dengan merek Sunbell dan Bestunaku. Adapun 98% produknya diekspor, terutama ke Jepang, Timur Tengah, dan Eropa. Sebagian lainnya dikapalkan ke Amerika Serikat, Singapura, dan Australia.

Namun, akibat proses karantina bahan baku impor yang lama itu, pemasok tuna mengutamakan buyer dari negara lain ketimbang Indonesia. Bahkan, suplier di Korea sempat membatalkan kontrak pengapalan tuna 700 ton ke Aneka Tuna bulan lalu karena mengkhawatirkan pemeriksaan dokumen yang lama.

Akibatnya, produsen tuna kaleng yang terkenal dengan merek Sunbell-nya di pasar domestik itu bulan ini hanya memanfaatkan 75%-80% dari kapasitas produksi. Dalam kondisi normal, Aneka Tuna mengoptimalkan kapasitas hingga 100%.

Kobayashi berpendapat proses karantina yang lamban ini mengganggu daya saing produk Indonesia dibandingkan dengan produk negara-negara tetangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper