Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia berharap konsolidasi kargo ekspor dan impor Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok untuk mendorong efisiensi logistik nasional tidak menutup akses direct call yang sudah ada.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki N. Hanafi mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada pemerintah terkait dengan kargo konsolidasi yang akan dijalankan oleh Pelabuhan Tanjung Priok.
Dengan kargo konsolidasi yang dipusatkan di Pelabuhan Tanjung Priok, ALFI meminta kepada pemerintah agar tidak menutup akses direct call pelayaran yang sudah ada di beberapa pelabuhan besar seperti Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Belawan.
"Untuk beberapa daerah yang sudah ada direct call tidak usah diatur harus dari Jakarta. Tetapi harus dengan catatan kapal itu harus direct call, tidak mampir di dua pelabuhan tetangga," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (24/1/2017).
Cara ini, lanjut Yukki, akan memudahkan pemerintah melihat efisiensi antara direct call dan program kargo konsolidasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
Bagi pemilik barang, biaya bukan hanya satu-satunya aspek penilaian, kecepatan pengiriman barang juga akan berkontribusi dalam memilih layanan logistik, baik pelabuhan dan pengiriman barang. "Nanti yang paling efisien yang dipilih [oleh pemilik barang]," ungkapnya.
Kemudian, Yukki menegaskan struktur biaya dalam mengupayakan kargo konsolidasi di Pelabuhan Tanjung Priok harus dapat dievaluasi bersama. Intinya, perhitungan struktur biaya harus jelas.
Pakar logistik dan rantai pasok yang juga dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Senator Nur Bahagia mengungkapkan prinsip dari kargo konsolidasi di Pelabuhan Tanjung Priok sangat bagus jika dilihat dari aspek kebangsaan karena kargo ekspor Indonesia tidak lagi transit di Singapura lagi.
"Ini national interest yang harus dikedepankan. Soal nanti lebih murah atau tidak, ada hitung-hitungannya," katanya kepada Bisnis.
Namun, dia mengingatkan penetapan hub internasional kepada melihat kembali kepada aturan yang sudah ada, Kuala Tanjung dan Bitung tetap jadi hub internasional, sesuai Peraturan Presiden tentan MP3EI.
Peran Tanjung Priok, lanjutnya, hanya bersifat sementara karena kedua pelabuhan hub di atas diperkirakan baru beroperasi penuh pada 2020.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang mendorong terbentuknya Indonesia Integrated Chain Port guna meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing. Lebih jelasnya, Indonesia integrated chain port adalah pengelolaan pelabuhan secara terintegrasi dengan standarisasi sama dan terhubung dengan kawasan industri.
Elvyn G. Masassya, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, mengungkapkan Pelindo I-IV masih akan mendetailkan l aspek-aspek yang dikerjasamakan antara keempat perusahaan tersebut, khususnya di bidang operasional dan standarisasi pelayanan pelabuhan.
Integrated chain port akan mengintegrasikan Pelabuhan Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Bitung dan Sorong.
Nantinya, tujuh pelabuhan ini akan dilakukan pembaharuan alat, pengerukan dan pengembangan fasilitas lainnya. Elvyn menuturkan langkah penguatan fasilitas operasional ini akan dilakukan secara bertahap.