Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menyebutkan dalam upaya memenuhi kebutuhan energi, setiap negara selalu memanfaatkan kearifan lokal.
"Untuk Indonesia sumber energi yang merupakan kearifan lokal adalah energi geothermal atau panas bumi," ujar Arcandra Tahar ketika mengunjungi Pertamina Geothermal Energi (PGE) Area Kamojang.
Melalui keterangan tertulis di Jakarta, yang dikutip Senin (9/1/2017), Arcandra mengungkapkan produksi listrik dari sumber energi panas bumi juga memiliki tingkat keandalan produksi yang stabil dan tidak terpengaruh cuaca.
"Kestabilan ini membuat listrik dari panas bumi bisa menjadi base load penyediaan listrik bagi masyarakat oleh PLN," katanya, Minggu (8/1).
Sebagai base load, lanjutnya, ketika penggunaan listrik berada pada titik terendah, misalnya lebaran, maka Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) tetap hadir dengan kapasitas penuh, sedangkan pembangkit yang menggunakan BBM dan batu bara dimatikan.
Terkait dengan masa depan geothermal, Wamen ESDM mengatakan sesuai Cetak Biru Perencanaan Energi 2005-2025, pada 2025 peran minyak dalam bauran energi dikurangi hingga 30%, sementara penggunaan panas bumi akan dinaikkan, sehingga diharapkan, pembangkit tenaga listrik panas bumi dapat menyumbang 9.500 MW.
Tantangannya, lanjut Acandra, bagaimana membuat harga listrik panas bumi lebih kompetitif dibanding sumber energi lain sehingga hal itu menjadi satu hal yang harus dipikirkan bersama untuk jalan keluarnya.
Data Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, total potensi panas bumi di Tanah Air mencapai 29 GWe dan menyebar di 265 lokasi. Potensi besar itu membuat 40% sumber daya panas bumi dunia berada di Indonesia. Jika potensi itu diwujudkan, terjadi penghematan bahan bakar minyak (BBM) 1,2 juta barel per hari.
Direktur Operasi PGE Ali Mundakir menyampaikan sampai akhir 2016 kapasitas terpasang yang dimiliki PGE sebesar 537 MW setara listrik. Dari 14 Wilayah Kerja Panas bumi (WKP), terdapat empat area yang sudah berproduksi secara operasi sendiri (own operation), yaitu Area Kamojang (Jawa Barat), Sibayak (Sumatra Utara), Lahendong (Sulawesi Utara), dan Ulubelu (Lampung).
Adapun 5 WKP lain dioperasikan dengan mitra, meliputi WKP Sarulla (Sumatera Utara), Gunung Salak, Darajat, Wayang Windu, ketiganya di Jawa Barat, dan Bedugul di Bali.
Ali menambahkan Area Kamojang merupakan area panas bumi pertama di Indonesia yang diproduksikan secara komersial yang mana pada 1978 berhasil dibangun PLTP Monoblok dengan kapasitas 250 kWe, yang diresmikan Menteri Pertambangan dan Energi saat itu, Subroto.
Produksi secara komersial di Kamojang dimulai sejak 1983 dengan beroperasi Kamojang Unit-1 (30 MW), disusul Unit-2 dan Unit-3 pada 1987 dengan kapasitas masing-masing 55 MW. "Ketiga PLTP tersebut milik Indonesia Power, anak usaha PLN. Dengan demikian PGE menjual uap kepada IP," jelas Ali.
Adapun PLTP Kamojang Unit-4 yang mulai beroperasi 2008 (60 MW) dan PLTP Unit-5 (35 MW) yang mulai beroperasi 2015, dibangun dengan skema total project. Mulai dari tahapan eksplorasi dan pengembangan lapangan uap hingga pembangunan serta pengoperasian PLTP dilakukan PGE. "Listrik yang dihasilkan dijual ke PLN untuk didistribusikan kepada konsumen," tambah Ali.
Dengan demikian, total kapasitas terpasang Area Kamojang sebesar 235 MW setara listrik, dan masuk ke dalam jaringan listrik tegangan tinggi 150 KV Jawa-Bali-Madura (Jamali). Ali menambahkan Area Kamojang sudah enam kali secara berturut-turut meraih penghargaan Proper Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) periode 2011-2016.