Bisnis.com, JAKARTA—PT Pertamina-Saudi Aramco bersepakat untuk mempercepat proses penambahan kapasitas Kilang Cilacap, Jawa Timur dari rencana awal selesai di 2022 menjadi 2021.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya telah mengukuhkan kemitraan dengan Saudi Aramco untuk menambah kapasitas Kilang Cilacap dari 348.00 barel per hari (bph) menjadi 400.000 bph.
Adapun, pihaknya menandatangani kesepakatan kerja sama berupa joint venture agreement dengan Direktur Utama Saudi Aramco Amin Nasser.
Setelah memperpanjang head of agreement (HoA) sebanyak dua kali, tutur Dwi, empat poin telah disepakati sejak akhir November 2016. Empat poin yang telah disepakati yakni terkait pasokan minyak mentah, kontrol manajemen, lifting dan valuasi aset eksisting di Kilang Cilacap.
Dengan kesepakatan tersebut, pihaknya pun optimistis proyek bisa berjalan bahkan dipercepat dari target awal yaitu selesai pada 2021 atau setahun lebih cepat.
Untuk menyelesaikan proyek lebih cepat, pihaknya harus memulai persiapan lahan pada 2017 yang dilanjutkan dengan tahap pendefinisian proyek (front end engineering design/FEED) selama setahun. Kemudian, kata Dwi, konstruksi fisik dilakukan pada 2019.
“Awalnya proyek ini selesai 2022 tapi dalam rapat terakhir, CEO Saudi Aramco Amin Nasser men-challenge tim dan commit untuk menyelesaikan di 2021,” ujarnya saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Adapun, proyek tersebut membutuhkan investasi sebesar US$5 miliar yang nantinya akan dibagi sesuai dengan kepemilikan saham. Pertamina menguasai 55% dan Aramco menguasai 45%.
Sementara, untuk pasokan minyak mentahnya, Aramco akan memasok minyak mentah hingga 270.000 bph. Sisanya, yakni sekitar 130.000 bph akan dipasok perseroan.
Melalui proyek tersebut, Kilang Cilacap akan menghasilkan tambahan produk berupa gasolin sebesar 80.000 bph, solar 60.000 bph dan avtur 40.000 dengan standar emisi Euro 5. Selain itu, unit produksi bahan bakar minyak pun akan terhubung dengan unit produksi pelumas dan petrokimia.
“Untuk saham, masih sama dengan kesepakatan sebelumnya, Pertamina 55%, Aramco 45%,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Megaproyek Kilang dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan pihaknya ketika proyek selesai, kilang bisa beroperasi lebih efisien dengan capaian Nelson Complexity Index (NCI) yang semakin tinggi yaitu dari posisi saat ini 4 menjadi 9,4.
NCI yang lebih tinggi, katanya, bisa mengoptimalkan penyulingan minyak hingga 92% dari semula 74%. Dengan demikian, kendati kapasitas terpasangnya hanya naik 52.000 bph namun dari sisi kemampuan untuk menghasilkan produk bernilai (yield valuable product) lebih tinggi.
“Kompleksitasnya tertinggi, dengan NCI 9,4. Dengan NCI 9,4 dari sekarang 4, yield konversi hanya 73%,74 %, konversi naik menjadi 92%,” katanya.
Sementara, untuk proyek lainnya seperti penambahan kapasitas Kilang Dumai, Riau dan Kilang Balongan, Jawa Barat, Hardadi menyebut HoA dengan Saudi Aramco tak diperpanjang.
Dengan demikian, pihaknya harus melakukan kajian apakah akan melanjutkan proyek sendiri seperti pada Kilang Balikpapan atau mencari mitra baru. Dia menyebut beberapa faktor pertimbangan seperti waktu penyelesaian dan aspek finansial.
“ HoA antara Saudi Aramco untuk Balongan dan Dumai sudah berakhir 26 November 2016,” katanya.