Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali mengkaji peraturan menteri yang mencantumkan fomula harga jual listrik dari pembangkit berbasis sinar Matahari.
Direktur Aneka Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Maritje Hutapea mengatakan pihaknya tengah fokus mengkaji ulang Permen ESDM No 19 Tahun 2016 tentang Pembelian Listrik dari Pembangkit Tenaga Surya Fotovoltaik oleh PLN. Adapun review ini sesuai dengan arahan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Sebelumnya Jonan mengatakan pihaknya bakal memformulasikan harga listrik PLTS yang lebih kompetitif. "Sesuai arahan Pak Menteri kami akan review kembali secepatnya," kata Maritje pada Acara Renewable Energy for Indonesia (RE4I) 2016 Conference di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Adapun menurut Maritje guna mendapatkan harga listrik PLTS yang lebih kompetitif dan murah harus memperhatikan beberapa hal. Hal tersebur di antaranya kemudahan pembebasan lahan, kapasitas yang ekonomis, insentif fiskal berupa penurunan pajak serta keringanan bunga pinjaman, serta insentif non fiskal berupa kemudahan perizinan.
Dalam Permen No 19/2016, pemerintah mengubah skema pengembangan PLTS yang akan dikembangkan oleh produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dengan mekanisme pertama masuk, pertama keluar (first in first out/FIFO).
Untuk tahap awal, akan ditawarkan PLTS dengan total kapasitas 250 MW dengan lokasi tersebar di seluruh Indonesia. Dalam permen tarif yang ditawarkan bervariasi tergantung dari tempat PLTS tersebut. Disebutkan olehnya tarif paling murah adalah sebesar US$14,5 sen untuk PLTS yang berlokasi di Pulau Jawa. Sementara itu, tarif US$25 sen untuk di Indonesia Timur.
Dengan tingginya tarif yang ditawarkan, pemerintah akan melakukan seleksi ketat bagi pengembang yang ingin ikut serta. Seluruh peserta harus mengajukan data yang akurat dan mempunyai kemampuan finansial serta teknis. Pihaknya juga memberikan kesempatan bagi peminat untuk melakukan studi kelayakan di lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
Di sisi lain, Jonan mengatakan agar tarif yang ditawarkan dapat bersaing dengan energi fosil. Dia mencontohkan seperti Uni Emirat Arab (UAE) yang pengembangan EBT-nya dapat melampaui pemanfaatan energi fosil lantaran kebijakan pemerintahnya dapat membuat EBT bersaing dengan batubara, gas maupun minyak bumi. Adapun di UAE harga listrik dari PLTS dipatok US$2,9 sen/kWh.
"Jika Indonesia dalam posisi western europe yang punya 20 tahun untuk eksploitasi gasnya maka policy EBT akan beda, tapi disini kan tidak begitu," kata Jonan.