Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah bakal memperbaiki tata niaga importasi bahan baku tekstik dan produk tekstil yang dinilai ada penyalahgunaan izin sehingga bahan baku tersebut melebihi dari jumlah yang dibutuhkan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan setelah rapat kabinet terbatas, persoalan industri tekstil dan produks tekstil (TPT) akan dibicirakan lebih lanjut dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dia menilai sebenarnya saat ini prosedur untuk importasi bahan baku TPT sangat mudah. Namun, lanjutnya, ada penyalahgunaan izin untuk impor sehingga melebihi dari yang dibutuhkan.
“Ini yang kita akan tata ulang. Ini kita beresin dulu. Tata niaga kita atur,” katanya usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Selasa (6/12/2016).
Sementara itu, pihaknya bakal mendorong utilitas pabrik di dalam negeri agar menekan impor produk TPT. Selain itu, juga mendorong untuk membuka pasar-pasar nontradisional seperti negara-negara di Kawasan Afrika.
Airlangga menargetkan pada tahun depan, pertumbuhan utilitas pabrik TPT domestik harus bisa melebihi 10%. Pasalnya, dia menilai jika pihaknya menginginkan angka pertumbuhan utilitas yang tinggi. Hanya saja, utilisasi di hulu lebih rendah karena kalah persaingannya.
Kekalahan persaingan tersebut salah satunya disebabkan karena adanya perjanjian internasional oleh sejumlah negara dengan pasar Eropa atau Amerika Serikat. “[Negara ] yang lain ada bilateral agreement. Negara pesaing kita bea masuk 0%. Kita kena 10%-17,5%. Ini yang ke depan akan dinegosiasiakan,” katanya.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan dalam rapat kabinet terbatas tersebut, kementerian diminta untuk meningkatkan industri TPT dan mengatasi penyelundupan.
Namun demikian, dia enggan menyebutkan sejumlah upaya yang bakal diambil untuk mengatasi penyelundupan tersebut karena masih akan dibicarakan di level rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian. “Ada beberapa, itu nanti,” katanya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan dalam rapat kabinet terbatas tersebut dibahas bagaimana Indonesia menggenjot aspek-aspek fundamental untuk daya saing, khususnya pada industri TPT.
Menurutnya, ada sejumlah komponen yang menentukan daya saing dalam industri tersebut. Pertama, soal harga gas. Oleh karena itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo dan Menko Perekonomian sangat fokus pada harga gas bagi industri.
Kedua, harga listrik. Komponen ini, lanjutnya, sangat menentukan bagi ongkos produksi. Ketiga, perburuhan. Komponen ini tidak hanya tingkat upahnya tapi juga keterampilan dan jam kerja harus lebih ditingkatkan.
“Kita menginginkan produktivitas buruh naik, sehingga ada basis upah naik. Tapi nggak bisa upah naik, produktivitasnya sama saja atau menurun. Itu nggak bisa, kita malah kehilangan daya saing,” ujarnya.
Dalam jangka menengah dan panjang, lanjutnya, aspek seperti tenaga kerja, energi, dan logistik yang akan menentukan bagaimana Indonesia bisa mendapatkan pangsa pasar.