Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib TPP Di Ujung Tanduk, Anggota APEC Perkuat Barisan Lawan Proteksionisme

Ketidakpastian nasib Kerja Sama Trans Pasifik yang diinisiasi Amerika Serikat mendorong munculnya ide baru pembentukan kongsi perdagangan bebas negara-negara Asia Pasifik dan Aliansi Pasifik dengan kesepakatan yang lebih tradisional.
TPP/kansasagnetwork.com
TPP/kansasagnetwork.com

Bisnis.com, LIMA-- Ketidakpastian nasib Kerja Sama Trans Pasifik yang diinisiasi Amerika Serikat mendorong munculnya ide baru pembentukan kongsi perdagangan bebas negara-negara Asia Pasifik dan Aliansi Pasifik dengan kesepakatan yang lebih tradisional.

Bahkan, penguatan kerja sama negara-negara di luar AS dipertimbangkan menjadi opsi utama untuk menangkal kebijakan proteksionis perdagangan Negeri Paman Sam jika Presiden terpilih Donald J. Trump benar-benar merealisasikan komitmen kampanye untuk lebih ‘nasionalis’ dalam menjalankan sistem ekonomi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang didominasi negara Asia dan aliansi Pasifik bisa membentuk kesepakatan yang lebih baik dibandingkan TPP yang dikuasai negara maju.

Aliansi Pasifik adalah inisiatif integrasi kawasan Amerika Tengah dan Selatan yang beranggotakan Chile, Kolombia, Meksiko, dan Peru sejak 2011 lalu. Organisasi regional ini bertujuan mendorong pergerakan bebas di sektor barang, jasa, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.

“Saya mewakili Indonesia menyampaikan kalau memang TPP tidak jadi, kenapa di antara APEC saja dan Pacific Alliance tidak membangun hubungan yang lebih baik dari TPP?”ujarnya usai menghadiri pembukaan APEC Business Advisory Council (ABAC) di Lima, Peru, Sabtu (19/11/2016) waktu setempat.

Menurut Wapres Kalla, ini saat yang tepat memikirkan alternatif kerja sama perdagangan bebas. Sayangnya, dia belum dapat memaparkan kebijakan lebih baik yang dimaksud secara rinci. Nantinya, akan ada peluang dilakukan pembicaraan teknis pada pertemuan APEC di masa mendatang.

Pasca-kemenangan Donald J. Trump sebagai Presiden terpilih AS, nasib TPP berada di tepi jurang kegagalan. Dalam kampanyenya, Trump mengaku menolak keras TPP dan North American Free Trade Agreement (NAFTA) karena dianggap membahayakan sektor tenaga kerja AS.

Hal itu jauh berbeda dari pemikiran pendahulunya, Barack Obama, yang sebelumnya menilai TPP dibutuhkan guna melawan dominasi China, sebagai negara ekonomi raksasa kedua di dunia.

Kendati demikian, negara-negara anggota TPP seperti Meksiko, Jepang, Australia, Malaysia, Selandia Baru, dan Singapura, usai pertemuan dalam rangkaian Forum APEC, mengaku akan tetap melanjutkan kerja sama, dengan atau tanpa kehadiran Paman Sam.

Di tengah ketidakpastian nasib TPP, China cekatan untuk berupaya kembali menjadi sorotan internasional. Negeri Tirai Bambu terlihat ulung mengambil posisi dengan mempromosikan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Resional (RCEP) didukung para kolega Australia, India, dan negara Asia lain.

Presiden China Xi Jinping berkomitmen membuka bentuk kerja sama ekonomi yang lebih luas di tengah kelimbungan negara-negara Asia Pasifik mencari opsi perdagangan bebas baru.

Menanggapi yang terjadi, Wapres Kalla menilai sebenarnya Indonesia diuntungkan jika TPP batal terlaksana. Pasalnya, selama inipun Indonesia mempertimbangkan menjadi keanggotaannya hanya karena khawatir kalah bersaing dengan negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam yang sudah bergabung dalam kesepakatan Trans Pasifik tersebut.

Pemerintah bahkan mensinyalkan segera bergabung dalam RCEP guna memperkuat barisan menghadapi proteksionisme AS. Sejumlah alternatif kesepakatan dagang dibicarakan, meski baru dalam tahap lobi jika memang proteksi terjadi.

“Kalau tidak jadi, maka kita bisa lebih memperkuat ASEAN dan kesepakatan komprehensif dengan China, India, Jepang, dan Korea,”tegasnya.

Menteri Perdagangan Enggartiasta Lukita menyebutkan, dalam rangkaian Forum APEC, pihaknya telah melakukan pertemuan bilateral dengan 10 negara, di antaranya Peru, Jepang, Vietnam, Chile, Australia, Rusia, Hongkong, dan Taiwan.

Dalam pertemuan bilateral, hampir seluruh topik utama membahas kondisi ketidakpastian ekonomi global yang berlangsung saat ini. Seluruh pihak diakui sepakat mencari solusi untuk meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi, serta mendorong swasembada pangan di masing-masing negara demi menyelamatkan perekonomian global.

“Hampir seluruhnya menanggapi dengan baik dan punya kesamaan persepsi. Kami membicarakan hambatan bagi masing-masing negara dan mencari solusinya. Semua kami jalankan,”papar Enggar.

Iman Pambagyo, DirekturJenderal Perundingan Perdagangan Internasional yang sekaligus menjadi Ketua Tim Negosiasi RCEP mensinyalkan pemerintah akan mempercepat kesepakatan RCEP, paling tidak akhir 2017.

Sejumlah negara, menurut dia, juga menanyakan perkembangan kesepakatan RCEP secara lebih gencar. Salah satunya Chile yang sangat berharap bisa ikut bergabung dalam kongsi tersebut.

“Paling tidak kami usahakan akhir tahun depan. Baru substansi misalnya terkait akses masuk pasar, tapi teksnya belum selesai,”katanya.

Tak peduli yang terjadi dengan AS atau China, Wapres Kalla kembali menyarankan setiap negara untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri masing-masing demi menyelamatkan dalam skala global. Para pemangku kepentingan nasional harus berupaya meningkatkan produktifitas dan konsumsi dalam negeri.

Salah satu upaya meningkatkan produktifitas di seluruh negara ialah pengembangan usaha kecil mikro (UKM) didukung teknologi informasi. Hal itu juga menjadi tema besar APEC 2016.

Bagi Indonesia, jumlah penduduk yang besar menjadi keunggulan tersendiri sebagai kekuatan konsumsi domestik dan pasar yang luas. Di sisi lain, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mumpuni diharapkan menjadi kekuatan besar yang mampu mendongkrak produktifitas nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lavinda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper