Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan tetap melanjutkan pembahasan dampak keikutsertaan Indonesia dalam Trans-Pacific Partnership, kendati peluang ratifikasi perjanjian ini melorot usai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika ke-45.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (BP3 Kemendag) Tjahya Widayanti mengatakan terpilihnya Trump tak membuat proses pengkajian keikutsertaan Indonesia dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) dihentikan.
“Kajian tetap dilakukan,” ujar Tjahya kepada Bisnis, Kamis (10/11).
Dalam berbagai pidatonya, Trump memang cenderung menolak TPP. Begitu pula dengan pengusungnya yakni Partai Republik.
Para ekonom nasional berpendapat jika Amerika membatalkan ratifikasi, maka Indonesia hanya akan menderita kerugian jika bergabung dalam TPP.
Direktur Penelitian Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan satu-satunya keuntungan Indonesia bergabung dalam TPP yakni potensi besar pasar di Amerika untuk perdagangan tekstil dan alas kaki.
Sebab, TPP sebenarnya juga mengatur hal selain perdagangan yang malah dinilai merugikan bagi Indonesia.
”Jika Amerika mundur, klausul yang menjadi keuntungan kita masuk TPP tersebut hilang. Keikutsertaan kita di perjanjian ini hanya akan membawa banyak kerugian,” papar Faisal.