Bisnis.com, JAKARTA– Integrasi hutan mangrove dan budidaya ikan atau sylvofishery diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan produksi ikan nasional. Pola pemeliharaan ini pun sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ingin meningkatkan konsumsi ikan per kapita.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Perum Perhutani, Denaldy M Mauna saat melakukan kunjungan kerja ke sylvofishery Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ciasem, Kesatuan Pemangkuan Kehutanan (KPH), sekaligus pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) pad aakhir pekan lalu.
Denaldy mengatakan konsumsi ikan per kapita di pulau Jawa masih di bawah konsumsi nasional sehingga perlu ada upaya meningkatkan produksi ikan. Dia menyebut pemerintah berharap budidaya tambak rakyat bisa menjadi andalan peningkatan percepatan pembangunan industri perikanan nasional.
“Perhutani berperan mengalokasikan hutan mangrove untuk budidaya ikan pola sylvofishery seperti sekarang ini dan Kementerian KP bisa menyiapkan benih unggul produk perikanan dan pembinaan budidaya perikanan daratnnya,” ungkap Denaldy melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis.
Denaldy menjelaskan sesuai Inpres nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, salah satu langkah yang diupayakan pemerintah meningkatkan produksi perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan.
Untuk itu, dia berkomitmen Perhutani akan optimalkan pengelolaan hutan mangrove mengingat sylvofishery sangat potensial dalam meningkatkan produksi ikan nasional.
Perwakilan LMDH Sarjono mengatakan, pengelolaan optimal hutan mangrove dan implementasi sylvofishery diharapkan dapat meningkatkan pendapatan mereka, misalnya dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata.
"Kawasan mangrove di wilayah tersebut berstatus hutan lindung, sehingga yang bisa diusahakan untuk sylvofishery hanya sebagian saja dan sebagian besar harus tetap berupa hutan, jadi harus ada alternatif untuk wisata," ungkap Sarjono.
Luas hutan mangrove yang dikelola Perum Perhutani yaitu sekitar 43.000 hektare. Sebagian ada di KPH Purwakarta yaitu 15.897,21 ha, dengan pengelolaan pola sylvofishery 11.317,17 ha berada di 20 desa pada delapan kecamatan.
Masyarakat LMDH umumnya mengusahakan ikan bandeng dengan produksi rata-rata 2 ton/ha/tahun selain mendapat udang alam 0,5 kg/ha/hari.