Bisnis.com, JAKARTA: Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) mendukung langkah dan upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas praktik importasi borongan yang diduga melibatkan atau mengintervensi oknum pejabat di instansi terkait.
Sekjen Badan Pengurus Pusat GINSI, Achmad Ridwan Tento mengatakan, sikap GINSI tersebut sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo memberantas pungutan liar pada pelayanan publik. Di samping itu, menindaklanjuti hasil rapat kordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di sektor kepabeanan dan cukai yang dimotori oleh KPK pada Oktober 2016.
“Sikap GINSI terkait pencegahan dan pemberantasan praktik importasi borongan dan illegal itu sudah kami sampaikan secara resmi kepada Deputi Bidan Pencegahan KPK,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (8/11/2016).
Ridwan mengungkapkan, setelah dilakukan rapat kordinasi dan supervisi KPK dengan pelaku usaha, terungkap bahwa salah satu masalah utama terkait dengan proses importasi barang yakni adanya sejumlah importir risiko tinggi yang di duga kuat melestarikan sistem atau praktik borongan.
Praktik importasi sistem borongan tersebut berkolusi dengan beberapa oknum pejabat di instansi terkait untuk mengatur dan mengkondisikan proses registrasi kepabeanan, penimbunan, penjaluran, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik barang hingga proses pengeluaran barang.
“Makanya kami sangat mendukung praktik importasi borongan seperti itu diberantas. Sebab selain merugikan pemasukan negara, timbulnya praktik semacam itu memanfaakan kesenjangan antara kebutuhan dengan pasokan barang,” paparnya.
Dia mengatakan, importir borongan merupakan kegiatan importasi dengan risiko tinggi dan umumnya importir tersebut bukanlah pemilik barang langsung. “Bisa dibilang mereka itu hanya broker atau calo,” ujar Ridwan.
Berdasarkan hasil supervisi KPK, praktik importasi borongan yang merupakan importasi berisiko tinggi itu biasanya dilakukan dengan modus a.l: penyampaian uraian jenis barang dalam pemberitahuan pabean bersifat umum sehingga petugas Bea & Cukai kesulitan dalam memeriksa ketentuan barang yang masuk kategori larangan pembatasan (lartas), klasifikasi maupun nilai pabeannya.
Selain itu, pada umumnya nilai pabean yang diberitahukan jauh lebih rendah ketimbang nilai transaksi yang sebenarnya. Akibatnya bea masuk dan pajak dalam rangka impor lebih kecil dari yang seharusnya dibayarkan. Praktik importasi borongan juga kerap menggunakan dokumen pelengkap pabean yang diragukan keasliannya.