Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2016 akan melebihi 5,02% atau membaik dari capaian periode sebelumnya, dipicu melonjaknya belanja pemerintah pada akhir tahun.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan alokasi belanja pemerintah biasanya paling banyak dikeluarkan pada akhir tahun sebagai penyelesaian pembayaran kontrak proyek-proyek infrastruktur.
“Biasanya anggaran pemerintah paling banyak keluarnya di akhir tahun, penyelesaian kan? Jadi biasanya sektor publik bergerak itu,” ujarnya seusai menghadiri acara Indonesia Infrastructure Week 2016 di Jakarta, Selasa (8/11/2016).
Dia menjelaskan anggaran pemerintah yang tersalur ke proyek infrastruktur tersebut selanjutnya mengalir ke sektor publik. Alhasil, konsumsi rumah tangga akan ikut terdorong dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Menanggapi angka pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 yang sebesar 5,02%, Wapres Kalla menilai level itu termasuk cukup moderat. Artinya, berada di level menengah, tak terlalu tinggi, tetapi juga tak cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara kawasan.
Terlebih di tengah kondisi pelemahan ekonomi dunia saat ini. “Ya, berbeda kita memang dengan India, China, tapi kita lebih tinggi dari negara-negara yang lain,” ucapnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2016 sebesar 5,02% (YoY) atau menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,18%.
Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan PDB masih ditopang konsumsi rumah tangga yang tumbuh ke level 5,01% dengan porsi 55,32%. Di sisi lain, konsumsi pemerintah bergerak negatif ke level -2,97%.
Konsumsi pemerintah melambat karena realisasi belanja pegawai yang melemah, dan belanja barang yang menyusut. Realisasi belanja pemerintah pada kuartal ketiga tercatat Rp439,73 triliun atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp484,78 triliun.
Dibandingkan dengan negara lain, produk domestik bruto (PDB) masih kuat di tengah situasi global yang belum stabil. China pada kuartal yang sama tumbuh stagnan di 6,7%, Singapura melambat dari 2,0% menjadi 0,6%. Hal yang sama juga terjadi di Korea Selatan yang mana pertumbuhan ekonominya hanya 2,7% dari 3,3%, sementara Amerika Serikat menguat menjadi 1,5%.