Bisnis.com, JAKARTA – Kasus permintaan pemerintah kepada Google Asia Pasific Pte. Ltd. untuk memenuhi kewajiban pajaknya di Tanah Air hampir selesai. Ditjen Pajak menargetkan pembayaran pajak dari salah satu perusahaan raksasa digital ini pada tahun ini.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan proses pemeriksaan Google Asia Pasific Pte Ltd akan selesai dalam waktu dekat. “Google harus bayar pajak tahun ini. Pokoknya selesai pemeriksaan,” katanya saat ditemui di sela-sela rapat pimpinan nasional ke-10 Ditjen Pajak (DJP), Senin (7/11/2016).
Saat ditanya terkait masih adanya potensi negosiasi, pihaknya mengatakan ruang tersebut ada dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau closing conference. Dalam tahap ini, ada pernyataan dari dua pihak, yakni pemerintah dan WP.
Pihaknya memastikan tidak ada regulasi baru untuk memajaki perusahaan tersebut karena secara aturan perundang-undangannya sudah cukup memadai. Ketika ditanya terkait jumlah kewajiban yang harus dibayar, pihaknya enggan menjabarkan lebih detil.
“Semua pemeriksaan nanti pasti ada closing yakni persetujuan kedua belah pihak. Kalau pemeriksa bilang 10, lalu yang diperiksa bilang 5, ya tulis saja 5. Itu namanya closing,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, permasalahan kewajiban perusahaan ini kembali menyeruak setelah adanya kabar dari DJP terkait pemulangan surat perintah pemeriksaan. Padahal, sebelumnya perusahaan itu disebut sudah melakukan negosiasi awal dengan DJP.
Sikap ini langsung direspons Otoritas Pajak dengan mengeluarkan bukti permulaan (buper). M. Haniv Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus beralasan sikap ini menunjukkan adanya indikasi tindak pidana sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam pasal 39 ayat (1)e disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan--untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (WP) dan untuk tujuan lain sebagai pelaksanaan ketentuan--sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana.
Pidana berupa penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dengan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Bersamaan dengan pemulangan surat pemeriksaan itu, menurut Haniv, pihak Google Asia Pasific Pte Ltd menyebutkan bahwa sesuai dengan perjanjian penghindaran pajak berganda antara pemerintah Indonesia dan Singapura, seharusnya tidak ada kewajiban mempunyai bentuk usaha tetap (BUT).
Dengan demikian, seharusnya tidak ada pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) secara jabatan atas nama PT Google Indonesia. Apalagi, masih dalam respons tersebut, perusahaan yang berkantor di Negeri Singa ini langsung menyasar pada konsumen Tanah Air melalui internet dan tidak memiliki kantor cabang maupun agen.
Menilik tax treaty Indonesia-Singapura itu, perusahaan yang dianggap mempunyai BUT apabila lebih dari enam bulan berada di negara pihak lain dengan suatu proyek konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan.
Ketika ditemui kemarin di kantor pusat DJP, Haniv enggan berkomentar terkait kasus google. Namun, dari gesture-nya, pihaknya menyiratkan sinyal positif. “Memang sedang finalisasi, tapi nanti tunggu saja Pak Ken yang menjelaskan,” katanya.