Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan fokus membangun tanggul di 10 titik kritis sepanjang 26,2 kilometer yang terdapat dalam Fase A proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), dengan nilai investasi sekitar Rp10 triliun menggunakan APBN dan APBD .
Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas Wismana Adi Suryabrata menjelaskan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota yang berkelanjutan, langkah prioritas yang harus segera dilakukan pemerintah di antaranya menangani penurunan muka tanah dengan menyediakan sistem penyediaan air minum dan sanitasi yang lebih berkesinambungan.
Pembangunan tanggul di titik-titik kritis tersebut merupakan bagian dari upaya menyelamatkan Jakarta dari ancaman banjir rob.
“Kita tunjukkan bagaimana ini direncanakan secara terintegrasi mulai dari perencanaan, kemudian juga mengatasi masalah kebencanaannya, pelayanan dasar [air baku] dan pengelolaan tata ruang supaya membuat Kota Jakarta dengan Tangerang dan Bekasi bisa berkelanjutan,” ujarnya, Jumat (4/11/2016)
Dia mengatakan, pemutakhiran rancangan induk yang dilakukan oleh tujuh tim kerja masih memerlukan tindak lanjut berupa pembuatan rancangan teknis Detailed Engineering Design [DED]. Untuk itu, ujarnya, Bappenas merekomendasikan Presiden untuk menunjuk lembaga khusus yang akan fokus menangani megaproyek NCICD.
Sebelum moratorium, total panjang tanggul Fase A yang akan dikerjakan mencapai 120 kilometer, terdiri dari tanggul pantai 60 kilometer dan sisanya di muara sungai. Skema pendanaannya direncanakan 25% pemerintah pusat, dan 75% dibagi antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dan pengembang properti yang mengerjakan pulau reklamasi.
Setelah adanya kajian ulang ini, pemerintah memutuskan untuk mendahulukan pembangunan yang menjadi tanggung jawab pemerintah, dengan total panjang 26,2 kilometer, di mana 16 kilometer di antaranya dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Namun, Wismana belum bersedia mengungkapkan kepastian skema pendanaan porsi yang menjadi tanggung jawab pengembang properti.
“Titik kritis itu ditentukan berdasarkan mean sea level [muka laut rata-rata]. Nah itu ada yang sudah. Cuma 50 cm dari permukaan tanggulnya, jadi sedikit lagi kalau muncul air pasang naik kan bisa lewat,” ujarnya.
Dia menambahkan, kajian ulang ini belum membahas mengenai keterlibatan Belanda dan Korea yang telah memberikan hibah untuk proyek ini, yakni untuk studi kelayakan Fase B dan C. Menurutnya, hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam tahap selanjutnya.
Seperti diketahui, untuk proyek ini Korea International Cooperation Agency (KOICA) memberikan hibah sebesar US$ 9,5 juta dan Pemerintah Belanda senilai € 8,5 juta.