Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan berencana melakukan penyederhanaan izin pemanfaatan aset negara dalam upaya optimalisasi barang milik negara guna mendorong pendapatan dan perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho mengatakan, upaya tersebut akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam revisi tersebut, pihaknya mengupayakan perizinan mengenai pelepasan aset negara cukup dilimpahkan kepada Kementerian Keuangan atau Kementerian/Lembaga yang menaungi aset tersebut.
Selama ini, izin pelepasan aset ditentukan berdasarkan nilai aset tersebut. Aset negara dengan nilai di bawah Rp10 miliar memerlukan izin Kementerian Keuangan, sedangkan aset negara dengan nilai antara Rp10 miliar hingga Rp100 miliar harus mendapatkan persetujuan presiden, sehingga cukup memakan waktu. Prosedur pelepasan aset ini biasanya ditempuh ketika pemerintah pusat akan menghibahkan aset negara kepada pemerintah daerah.
“Sekaligus juga kita akan sederhanakan peraturan mengenai PLTA untuk bendungan, karena sudah terlalu lama. Jadi peraturannya dibuat untuk mendukung substansi kebutuhannya, bukan sebaliknya,” ujarnya dalam rapat kerja nasional, Rabu (2/11/2016).
Di sisi lain, dia mengakui peraturan mengenai pemanfaatan aset negara berupa bendungan untuk dikerjasamakan dengan badan usaha dalam pengelolaan potensi listrik cukup rumit dan banyak memakan waktu. Prosedur yang harus ditempuh setidaknya melibatkan tiga instansi, antara lain Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, dan Bappenas.
Padahal, Kementerian PUPR selaku kementerian teknis yang mengelola bendungan telah memetakan 18 bendungan berpotensi listrik yang telah beroperasi dan siap dilelang. Namun, mekanisme pelelangan belum bisa dilakukan karena belum adanya izin pemanfaatan.
“Kita lihat lagi peraturannya apa yang menghambat. Kalau tidak, kita simplifikasi asal tidak melanggar, kita bisa lebih cepat,” ujarnya.
Skema
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono menyatakan telah mengusulkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk pembangunan PLTA dalam bendungan pemerintah selama dua tahun terakhir. Namun, sejauh ini belum juga memperoleh izin dan mekanisme pengusahaannya dari Kementerian Keuangan. Prosedur yang telah dilalui baru pada tahap inventarisasi dan penilaian aset.
“Kami mengusulkan bendungan listrik dua tahun lebih, [proyeknya] belum menetas satu pun, padahal ini potensinya cilik-cilik,tidak sampai ratusan megawatt. Direktur sampai takut bertemu saya,” ujarnya.
Menurutnya, aset negara berupa proyek infrastruktur di bawah Kementerian PUPR mencapai Rp800 triliun, di mana sekitar Rp287 triliun di antaranya berupa lahan. Sementara, aset infrastruktur Kementerian PUPR berpotensi bertambah hingga Rp80 triliun setiap tahunnya, mengingat belanja modal kementerian yang cukup besar.
“Optimalisasi pemanfaatan jalan, lahan masih banyak yang idle. Saya tahu kita harus hati-hati, tetapi ini butuh terobosan,” ujarnya.
Sejauh ini, Kementerian PUPR telah mengidentifikasi 18 bendungan yang memiliki potensi listrik hingga 262,04 mW, dan siap ditawarkan kepada investor.
Pengembangan potensi ini diyakini dapat membantu pemerintah mencapai target pembangunan target pembangunan pembangkit listrik 35.000 mW hingga 2019 asalkan memiliki skema yang menarik bagi investor.