Bisnis.com, MALANG - Deflasi justru negatif atau menjadi disinsentif bagi pertumbuhan ekonomi karena bisa mendorong investor menunda merealisasikan investasi maupun ekspansi.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dias Satria mengatakan dengan adanya deflasi maka ada dua hal yang menyebabkannya, yakni dari sisi pasokan dan rantai distribusi komoditas makin membaik. Produksi bahan makanan meningkat.
“Sisi lain, deflasi berarti terjadinya spending power masyarakat yang rendah, merosot,” ujarnya di Malang, Selasa (1/11/2016), mengomentari Kota Malang yang mengalami deflasi 0,2% pada Oktober 2016.
Kondisi seperti, kata dia, jelas menjadi disinsentif bagi pertumbuhan ekonomi karena investor dipastikan akan menunda untuk melakukan investasi maupun ekspansi pada periode berikutnya.
Seperti di Jepang, perekonomiannya tidak tumbuh karena spending power masyarakat yang rendah karena saving-nya yang tinggi. Dalam kasus di Indonesia, faktornya bukan saving melainkan daya beli yang rendah. “Dalam teori ekonomi, deflasi memang tidak bagus. Yang bagus itu inflasi yang rendah,” ujarnya.
Spending power dari masyarakat yang menurun, dia menduga karena justru karena faktor keberhasilan program Amnesti Pajak. Dengan adanya program tersebut, maka masyarakat justru menunda berbelanja karena dananya digunakan untuk membayar tebusan.
Namun di sisi lain, penerimaan negara menjadi meningkat dengan lebih baiknya kondisi fiskal. Dana segar juga mengalir di dalam negeri karena adanya dana repatriasi maupun deklarasi.
Karena itulah, tahun depan diproyeksikan kondisi ekonomi nasional lebih membaik dengan diinvestasikan dana repatriasi dan deklarasi di sektor riil di dalam negeri.
Dengan demikian, pemerintah perlu menjaga momentum tersebut dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif, terutama dalam penyediaan infrastruktur serta regulasi yang ramah terhadap investasi.
Dia meminta pemerintah lebih optimistis pada kondisi ekonomi 2017 dengan menargetkan pertumbuhan 5,3%. Untuk jangka pendek, diperlukan spending government untuk mendorong sektor riil, terutama untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diperlukan juga untuk mendorong agar investasi banyak yang masuk.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Dudi Herawadi mengatakan dengan inflasi yang rendah maka diharapkan inflasi sepanjang 2016 otomatis bisa terjaga rendah.
Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Malang Jaka Setyawan menambahkan deflasi Kota Malang pada Oktober sebesar 0,20% sudah sejalan dengan tren perkembangan harga kota-kota di wilayah Jatim.
Kelompok pendorong deflasi yang utama kelompok bahan makanan (-0,97%) dan kelompok sandang (0-0,64%).
Kelompok barang lain masih mengalami inflasi meskipun relatif sangat rendah. Kota malang berada di urutan ketiga deflasi setelah Jember dan Probolinggo.
“Hal tersebut berdampak positif karena dapat mengerem laju inflasi secara tahunan yang kalau diamati secara year on year masih sebesar 2,65% atau urutan dua Jatim setelah Surabaya 3,33%,” ucapnya.
Selain itu juga khusus bahan makanan tingkat inflasinya masih cukup tinggi secara tahunan. Ketersediaan bahan makanan menjadi hal prioritas hingga akhir tahun agar inflasi komoditas tersebut tetap terkendali.