Bisnis.com, SURABAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur merilis pada Oktober 2016 Jawa Timur mengalami deflasi 0,14% atau penurunan harga konsumen yang salah satunya dipengaruhi oleh upaya dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jatim yang sudah berjalan.
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono mengatakan dari 8 kota indeks harga konsumen (IHK) seluruhnya mengalami deflasi. Adapun deflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Jember 0,26%, Probolinggo 0,21%, Malang 0,20%, Banyuwangi 0,18%, Surabaya 0,10%, Kediri 0,08%, dan Madiun 0,07%.
“Deflasi terendah ada di Sumenep yakni 0,05%,” katanya dalam konferensi pers Berita Resmi Statistik BPS Jatim, Selasa (1/11/2016).
Dia memaparkan sejumlah komoditas yang ikut andil dalam deflasi Jatim kali ini adalah bawang merah, emas perhiasan, daging ayam ras, telur ayam ras, kentang, apel, jeruk, wortel, semen dan tarif pulsa selular.
“Adapun yang masih andil dalam inflasi yakni tarif listrik, cabai merah, sewa rumah, pasir, pembantu rumah tangga, sawi hijau, bayam dan rokok,” jelasnya.
Di Jatim sendiri selama 2006-2016 pada Oktober mengalami 7 kali inflasi dan 4 kali deflasi. Inflasi tertinggi pernah terjadi pada 2007 0,89%, dan inflasi terendah pada 2010 yakni 0,02%.
Teguh menambahkan, meski Oktober ini IHK turun tetapi pada akhir tahun atau Desember biasanya terjadi fenomena kenaikan harga konsumen atau inflasi. Hanya saja, katanya, inflasi tidak setinggi saat momen libur Lebaran di mana kebutuhan bahan makanan meningkat.
Sementara itu pada Desember, inflasi diprediksi bisa dipengaruhi oleh kenaikan tarif angkutan karena libur akhir tahun orang cenderung melakukan perjalanan liburan.
“Desember umumnya orang tidak memikirkan kebutuhan bahan makanan tetapi justru transportasi untuk bepergian bisa mendorong inflasi,” imbuh Teguh.