Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah segera membentuk tim kerja lintas kementerian yang akan merumuskan acuan pembangunan perkotaan berkarakter yang menjadikan urbanisasi tidak lagi sebagai hambatan pembangunan, tetapi sebagai potensi pembangunan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono menilai, otonomi daerah memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membangun wilayahnya. Namun, hanya sedikit daerah di Indonesia yang mempertahankan identitas lokalnya ketika melakukan pembangunan.
“Urbanisasi terus berlanjut. Suasana perkotaan pasti akan berkembang secara berkelanjutan. Kita jaga supaya tetap berkarakter. Saat ini hanya di Bali saja mungkin yang tetap berkarakter, karena ada perda,” ujarnya saat peringatan Hari Kota Sedunia, Senin (31/10).
Dia mengatakan, peringatan Hari Kota Sedunia yang diperingati setiap 31 Oktober untuk pertama kalinya ini harus dijadikan momentum untuk mengarahkan pembangunan perkotaan menjadi semakin inklusif, yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk orang berkebutuhan khusus, dan anak-anak. Untuk itu diperlukan sebuah acuan yang akan dijadikan dasar bagi seluruh pemerintah daerah dalam menata kotanya.
Menurutnya, ada tiga hal yang harus diperhatikan saat mewujudkan kota yang inklusif. Pertama, dengan menerbitkan regulasi yang sesuai dengan misi tersebut. Kedua, dengan membuat perencanaan yang menyeluruh dan ketiga, dengan mempersiapkan skema pendanaan terbaik yang dapat dilakukan, baik itu melalui investasi swasta, kerja sama pemerintah swasta, maupun sepenuhnya dana pemerintah.
Staf Ahli Bidang Sosial, Budaya, dan Peran Masyarakat Kementerian PUPR Lana Winayati menyatakan, peringatan Hari Habitat yang diselenggarakan di Quito, Ekuador beberapa waktu lalu melahirkan Deklarasi Quito, yang berisi kesepakatan negara-negara dunia untuk memanfaatkan urbanisasi dan pertumbuhan penduduk sebagai peluang pembangunan.
“Salah satu poin dalam deklarasi tersebut antra lain mengakui pentingnya keragaman budaya dalam pembangunan. Ini merupakan masukan Indonesia, karena makin banyak kota baru tumbuh tapi kehilangan karakter lokal, malah meniru karakter perumahan di negara lain,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan Deklarasi Quito tersebut tidak memberikan secara jelas upaya implementasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan kota inklusif. Karena itu, pemerintah membentuk tim kerja lintas kementerian dan lembaga yang terdiri dari Kementerian PUPR, Bappenas, Kementerian ATR serta akademisi di bidang perkotaan. Tim kerja ini nantinya akan mendapatkan arahan dari Sekretariat Habitat PBB.
Dalam rencana kerja yang disusun, Lana menjelaskan salah satu poin yang akan dibahas antara lain konsolidasi pemanfaatan lahan. Dia mencontohkan dengan adanya konsolidasi, maka pemerintah daerah merancang rencana pemanfaatan lahan yang terdapat dalam suatu kota, dan mendorong kerja sama antara pengembang properti dan pemilik lahan dengan mekanisme bagi hasil. Tujuannya tak lain supaya masyarakat pemilik lahan tidak tersisihkan dan dapat merasakan manfaat pembangunan di suatu kota.
“Dalam deklarasi Quito, ada yang namanya land value capturing, yaitu bagaimana tanah itu dikunci oleh pemerintah sehingga masyarakat pemilik lahan dapat meraih manfaat dari kenaikan harga tanah, seperti zonasi. Masih harus dicari pola-polanya bagaimana,” ujarnya.