Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada kuartal III/2016 melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya. Kinerja pada kuartal III/2016 sebesar 5,75%, sedangkan pada kuartal II/2016 mencapai 6,56% (year on year/yoy).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan secara quarter to quarter produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) terkontraksi hingga 2,06%. Namun, hal ini dinilai sebagai faktor musiman yang terjadi pada periode tersebut.
“Memang sedikit turun dibandingkan dengan kuartal II/2016, tapi dilihat jumlah, IMK sangat besar sekali sehingga kita pelru perhatikan khusus petumbuhan industri ini,” katanya, Selasa (1/11/2016).
Jenis IMK yang mengalami kenaikan produksi lebih dari 5% pada kuartal ketiga tahun ini a.l. pengolahan tembakau (12,36%), farmasi, obat, dan obat tradisional (8,73%), serta bahan kimia dan barang dari bahan kimia (6,70%).
Sementara, jenis IMK yang mengalami penurunan lebih dari 5%, a.l. jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (-8,91%), peralatan listrik (-8,66%), kendaraan bermotor (-8,20%), kulit, barang dari kulit dan alas kaki (-7,84%).
Namun demikian, pertumbuhan produksi IMK ini lebih tinggi dari produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) sebesar 5,07% (yoy). Angka ini naik tipis dibandingkan kuartal II/2016 maupun kuartal III/2015 yang masing-masing tumbuh 5,01% dan 4,00%.
Jenis IBS yang mengalami kenaikan produksi secara tahunannya a.l. farmasi, produk kimia, dan obat tradisional (11,26%), makanan (7,70%), kulit, barang dari kulit dan alas kaki (7,28%), serta barang galian bukan logam (7,19%).
Di sisi lain, ada beberapa IBS yang mengalami penurunan produksi, a.l. karet, barang dari karet dan plastik (-12,58%), pengolahan lainnya (-9,83%), tekstil (-8,96%), pakaian jadi (-7,90), serta logam dasar (-7,28%).
“Bobot terbesar itu industri makanan, sekitar 27,1% jadi pengaruhnya ke total petumbuhan industri menjadi sangat besar,” imbuhnya.
Deputi Statistik Produksi BPS Adi Lumaksono mengakui secara musimannya memang akan ada penurunan terutama dari sisi makanan di IKM setelah Lebaran. Namun, ada pula indikasi dari sisi impor makanan jadi.
“Kan saat ini ada juga makanan jadi yang memang kita harus cek juga data impor kita terkait makanan jadi. Yang beredar di masy kan banyak tuh dari Thailand, Malaysia, dan lainnya,” katanya.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih berpendapat seharusnya dengan instrumen kredit usaha rakyat (KUR), produksi IKM bisa terjaga. Apalagi, data terbaru menunjukkan mulai munculnya peningkatan dari sisi penjualan ritel.
“Tapi kondisi IKM ini mungkin lebih menjelaskan kondisi sebenarnya ekonomi kita. Industri kecil babak belur, enggak ada order kendati secara makro ada data yang bagus,” katanya.
Oleh kerane itu pihaknya meminta pemerintah untuk melihat lebih jauh ketidaksinkronan antara makro dan mikro ini. Kondisi ini harus diwaspadai mengingat jumlah IKM yang sangat besar di Tanah Air.