Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat mengendus keberadaan 120 perusahaan perkebunan kelapa sawit ilegal di Kalimantan Tengah yang merugikan negara dan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan ratusan perusahaan itu menggarap 800.000 hektare (ha) lahan. Sebelum menggarap kebun, mereka menebang hutan secara liar sehingga tidak membayar iuran dana reboisasi (DR) dan penggantian nilai tegakan (PNT).
“Dengan lahan mencapai 800.000 ha, berapa dana DR dan PNT yang hilang sehingga tidak masuk ke keuangan negara,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (27/10/2016).
Di sisi lain, dia menilai hampir semua perkebunan itu tidak mengalokasikan 20% dari konsesi mereka untuk petani dalam skema perkebunan plasma. Padahal, perkebunan plasma menjadi indikator tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.
“Kalau memang benar-benar melakukan pelanggaran, akan kami tindak tegas. Bahkan sampai pencabutan izin perusahan.”
Tudingan adanya perusahaan perkebunan yang berpotensi merugikan keuangan negara tidak kali ini saja. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menemukan adanya sekitar 300 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau yang tidak taat membayar pajak.
Anggota Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNSDA) KPK Hariadi Kartodihardjo membeberkan hanya sepertiga dari total perusahaan kelapa sawit di Riau yang membayar pajak. Data ini didapat lembaga antirasuah tersebut dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau.
“Dua pertiga dari total perusahaan di Riau tidak membayar pajak sama sekali karena tidak dicatat sebagai wajib pajak,” katanya.
Berdasarkan data KPK, di Riau ada 447 perusahaan yang menggarap kebun kelapa sawit seluas 4,2 juta hektare (ha). Itu artinya, hampir 300 perusahaan di Bumi Lancang Kuning yang selama ini mengemplang pajak.
Di sisi lain, KPK menyebutkan hanya 320 perusahaan di Riau yang menjalankan usaha dengan legalitas baik dalam bentuk hak guna usaha (154 perusahaan), izin usaha perkebunan (145 perusahaan), dan izin lokasi (21 perusahaan).
Adapun 127 perusahaan sisanya memiliki kebun ilegal yang berdiri di hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. “Kalau ada dua pertiga tidak bayar pajak itu artinya perkebunan yang legal juga tidak bayar pajak,” kata Hariadi.