Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah nilai pernyataan harta yang disampaikan para wajib pajak dalam program amnesti pajak (tax amnesty) hingga Senin (10/10/2016), pukul 15.40 WIB, mencapai Rp3.812 triliun.
Dari angka tersebut, nilai repatriasi harta terpantau mencapai Rp142 triliun atau sekitar 14,2% dari target Rp1.000 triliun, sementara sisanya adalah deklarasi harta dari luar negeri maupun dalam negeri.
Pergerakan nilai pernyataan harta berjalan lambat dengan kenaikan sebesar Rp4 triliun dibandingkan Jumat (7/10) pukul 18.01 WIB yang mencapai Rp3.808 triliun.
Merujuk data statistik amnesti pajak yang dilansir laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, harta yang dilaporkan itu mayoritas bersumber dari deklarasi harta bersih dalam negeri (70,57%), diikuti oleh deklarasi harta bersih luar negeri (25,68%), dan repatriasi aset dari luar negeri (3,72%).
Berdasarkan angka deklarasi dan repatriasi itu, jumlah penerimaan uang tebusan amnesti pajak mencapai Rp97,3 triliun, atau sekitar 58,9% dari target penerimaan uang tebusan sebesar Rp165 triliun hingga akhir program pada Maret 2017 mendatang.
Nilai realisasi tersebut berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang mencakup pembayaran tebusan amnesti pajak, pembayaran tunggakan pajak, dan pembayaran penghentian pemeriksaan bukti permulaan.
Jumlah penerimaan uang tebusan ini cenderung tidak berubah dibandingkan posisi pada Jumat (7/10) pukul 18.01 WIB yang juga mencapai Rp97,3 triliun.
Komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan hingga hari ini:
Orang Pribadi Non UMKM: Rp79,8 triliun
Badan Non UMKM: Rp10,3 triliun
Orang Pribadi UMKM: Rp2,94 triliun
Badan UMKM: Rp194 miliar
Adapun komposisi pernyataan harta terdiri dari:
Deklarasi Dalam Negeri: Rp2.690 triliun
Deklarasi Luar Negeri: Rp979 triliun
Repatriasi: Rp142 triliun
TARIF
Pelaksanaan Program Tax Amnesty digelar selama sekitar sembilan bulan sejak 18 Juli hingga 31 Maret 2017 dan terbagi atas tiga periode masing-masing selama tiga bulan.
Selama periode Juli hingga 30 September 2016 lalu, tarif tebusan yang berlaku sebesar 2% untuk repatriasi. Pada periode kedua mulai 1 Oktober - 31 Desember 2016, tarif repatriasi yang berlaku sebesar 3%, sedangkan untuk periode 1 Januari-31 Maret 2017 berlaku tarif repatriasi sebesar 5%.
Tarif tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang hendak melaporkan harta (deklarasi) di dalam negeri. Sedangkan wajib pajak yang hendak mendeklarasi harta di luar negeri, dikenakan tarif masing-masing 4%, 6% dan 10% untuk ketiga periode tersebut.
Khusus bagi UMKM, dikenakan tarif seragam mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017, yakni 0,5% untuk aset di bawah Rp10 miliar dan 2% untuk aset di atas Rp10 miliar.
Sejak awal periode tax amnesty hingga hari ini, telah diterima total 406.506 surat pernyataan. Adapun, jumlah surat pernyataan yang tercatat sepanjang bulan ini mencapai 9.362.
Meski pelaksanaan program amnesti pajak di Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu yang terbaik di dunia, realisasi repatriasi masih di bawah kisaran 5% dari total nilai pernyataan harta.
Seperti dilansir Bisnis.com (7/10),Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan 95% dana repatriasi hasil amnesti pajak masih ada di bank gateway dan diperkirakan mulai mengalir ke pasar modal dalam 1-2 bulan mendatang.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan berdasarkan data OJK dana repatriasi tax amnesty sebagian besar masuk ke bank persepsi. Peserta amnesti pajak, lanjutnya, masih mempertimbangkan produk yang tepat untuk menjadi wadah dana yang pulang kampung ke Indonesia.
"Jumlahnya sangat sedikit yang masuk ke produk-produk manajer investasi. Bayangan saya, dalam 1-2 bulan ke depan baru akan masuk ke produk-produk investasi," ujarnya, Kamis (6/10).
Nurhaida mengatakan sebanyak 18 perusahaan manajer investasi dan 19 perusahaan efek sudah siap untuk menjadi gateway dana repatriasi. Produk-produk pun semakin dimatangkan mulai dari saham, obligasi, reksa dana, Dana Investasi Real Estat, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), KIK Efek Beragun Aset, dan Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).
"Ada yang sudah masuk ke RDPT tetapi nilainya masih di bawah Rp100 miliar. Ada kemungkinan juga masuk KPD karena lebih fleksibel pengelolaan dananya sesuai keinginan investor," jelas Nurhaida.