Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Industri Gas di Indonesia Tidak Mudah

Mengembangkan industri gas di Indonesia tidak lebih mudah dari minyak walau secara fungsi gas lebih efisien, masih banyak tantangan yang dihadapi, ungkap Vice President of the Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina Didik Sasongko.
Bright gas/JIBI-Rachman
Bright gas/JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Mengembangkan industri gas di Indonesia tidak lebih mudah dari minyak walau secara fungsi gas lebih efisien, masih banyak tantangan yang dihadapi, ungkap Vice President of the Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina Didik Sasongko.

"Secara pasti yang membuat industri gas kurang maksimal berkembang adalah masih banyak infrastruktur yang harus disiapkan," kata Didik ketika berdiskusi dengan para pewarta di Jakarta, Jumat (7/10/2016).

Ia mengatakan manfaat gas LNG sebenarnya lebih bagus daripada LPG, karena lebih berisiko rendah. Secara fisik, LNG lebih ringan, sehingga jika terjadi kebocoran gas akan ke atas (menguap), tidak bersifat membakar ke bawah seperti LPG.

Selain itu, proyeksi infrastruktur masih tumpang tindih, belum ada perencanaan yang matang agar mudah dan rapi secara desain.

Kemudian upaya pembebasan lahan juga menjadi kendala dalam perluasan distribusi gas melalui pipa. Master plan perlu dimatangkan guna menyesuaikan permintaan pasar.

Regulasi juga menjadi kendala dalam mekanisme pasar. Seperti pengaruh harga dengan minyak mentah yang jarak marginnya harus diatur dengan wajar, juga pengaruh nilai tukar terhadap dolar AS masih menjadi risiko tinggi.

Komitmen pasokan gas untuk mampu memenuhi permintaan harus berjangka sekitar empat sampai lima tahun, guna membangun infrastruktur yang sesuai, namun kepastian jangka panjang tersebut yang susah didapatkan.

Ia juga menjelaskan bahwa jangka waktu persiapan yang diterima untuk menata waktu pengembangan terhadap permintaan pasar masih menjadi tantangan tersendiri mengingat banyak tempat yang meminta namun masih memiliki infrastruktur yang belum memadai.

"Membangun infrastruktur di Jakarta untuk jaringan pipa, itu sama mahalnya dengan membangun jaringan di daerah Ginza, Tokyo, di mana daerah tersebut saat ini memperoleh predikat sebagai harga tanah yang paling tinggi di dunia. Kenapa bisa seperti itu? saya juga tidak tahu, nanti bisa timbul fitnah," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper