Bisnis.com, JAKARTA-- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menyusun policy brief berkaitan dengan persoalan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) yang telah diamanatkan Presiden Joko Widodo, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah (PLTSa).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kebijakan dan Penerapan Teknologi Kementerian PUPR, Bobby Prabowo mengatakan menurut Perpres tersebut, terdapat tujuh kota yakni DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya, serta Kota Makassar, yang akan menjadi proyek percontohan pembangunan PLTSa.
Namun, ujarnya tak semua kota mampu merealisasikannya lantaran, belum adanya sinkronisasi aturan turunan yang mengatur pelaksanaan teknis di lapangan. Hal itu perlu diselesaikan secepatnya mengingat Perpres tersebut mewajibkan pembangunan PLTsa di tujuh kota rampung dua tahun mendatang.
“Aturan turunan diperlukan, supaya jangan mencoba dengan perda sendiri-sendiri. Dari hasil pertemuan ini akan kami ajukan Policy Brief, memberikan masukan terkait permasalahan ini dengan disertakan input dari hasil penelitian untuk diajukan ke Menteri yang akan dilanjutkan ke Presiden,” katanya Selasa (4/10) usai Workshop Strategi Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah .
Direktur Perencanaan Infrastruktur Badan Koordinasi Penanaman Modal Heldy Satrya Putra telah melakukan evaluasi kepada tujuh kota tersebut. Menurutnya baru kota Surabaya yang berhasil merealisasikan pembangunan PLTSa dengan produksi listrik sebesar dua Megawatt.
“ Surabaya ini bisa kita telaah, menjadi contoh bagi kota-kota lain, apalagi di Surabaya juga harga jual listrik kepada PLN tidak perlu minta subsidi,” ujarnya.
Selain Surabaya, kota Makasassar juga sedang menggelar tender investasi kepada swasta. Diluar dua kota tersebut, kota Solo juga telah mendapatkan pemenang tender pembangunan PLTSa, yakni PT Citra Metro Jaya Putra dengan nilai investasi mencapai Rp417 miliar.
“ Makanya kita harus bantu supaya Solo nantinya juga bisa merealisasikan. Kalau harga PLN dengan investor terlalu tinggi kami bisa cari solusinya. Yang jelas swasta tidak akan kami buat rugi,” imbuh Bobby
Boby pun menghendaki agar forum ini bisa menjadi tahap awal pembentukan Komite Kebijakan yang memang sedang dirintis oleh Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi. Mengingat selama ini permasalahan pengelolaan sampah masih bersifat sektoral, masing-masing instansi punya kepentingan sehingga memerlukan Lembaga tingkat nasional yang menjadi kordinatornya.