Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Relaksasi 146 Peraturan Transportasi

Pemerintah akan melakukan deregulasi sekitar 146 aturan terkait perizinan dan persyaratan usaha di bidang transportasi dan perhubungan.

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah akan melakukan deregulasi sekitar 146 aturan terkait perizinan dan persyaratan usaha di bidang transportasi dan perhubungan.

Tulus Hutagalung, Asisten Deputi Sistem Transportasi Multimoda Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, mengatakan pemerintah mungkin tidak akan serta-merta menghapus peraturan tersebut. Namun, dia menuturkan peraturan terkait perizinan ini harus disederhanakan semaksimal mungkin.

"Bukan mau jadi berapa, tetapi kita lihat mana yang dianggap tidak efisien. Mungkin tidak dihapus, tetapi disederhanakan semaksimal mungkin," ujarnya setelah rapat, Selasa (27/9).

Dia berharap kementerian teknis yang terlibat bisa merealisasikan proses perizinan terkait sektor transportasi dan perhubungan ini dengan menerapkan sistem online yang mempermudah pelaku usaha.

Tujuannya, lanjutnya, penyederhanaan birokrasi perizinan ini dalam rangka memperbaiki iklim usaha di bidang transportasi untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi. "Khusus untuk sektor transportasi Bapak Menko itu ingin mengkaji semua perizinan terkait entry to barrier di bidang transportasi," katanya.

Dalam rangka merealisasikan tugas ini, dia mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan dua kementerian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera).

Dari kedua kementerian ini, dia mengatakan pemerintah menerima sekitar 146 peraturan perlu dikaji. Namun, pemerintah juga perlu mendengarkan masukan dari pelaku usaha dan asosiasi di sektor ini. Dengan demikian, Kemenko bidang Perekonomian memanggil pelaku dan asosiasi di sektor transportasi.

"Kita kasih kesempatan mereka untuk memberikan masukan. Mana saja yang rasional untuk yang bisa dianggap tidak efisien," ungkapnya.

Setelah rapat, dia menuturkan pelaku usaha menyampaikan adanya temuan terkait perizinan antara pemerintah daerah dan pusat yang tidak sinkron. Bahkan, pihaknya menemukan ada peraturan perizinan dengan jenis yang sama, namun proses dan persyaratannya berbeda antar daerah. " Dari rapat tadi terungkap banyak yang tidak sinkron atau tidak seragam antara pusat dan daerah. Juga antar daerah misalnya DKI Jakarta, Jawa Barat dan Bekasi berbeda."

Dia memaparkan ketidaksinkronan ini banyak muncul di perizinan angkutan darat, seperti kendaraan transportasi umum dan truk. Termasuk di dalamnya masalah Uji KIR kendaraan.

Terkait perbedaan aturan ini, dia menegaskan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian akan memanggil Kemenhub dan Kemenpupera untuk duduk bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai koordinator pemerintah daerah.

Lebih lanjut, dia menuturkan pemerintah sebenarnya ingin mendorong penerapan peraturan yang sinkron antara pusat dan daerah dengan pendekatan yang lebih tertata.

"Kita ingin mempush dengan cara yang elegan yang tidak menimbulkan konflik baru antara menteri dan bupati atau gubernur," tegasnya.

Dia menambahkan pemerintah tidak ingin melihat konflik seperti kasus pembangunan tol dalam kota yang terjadi di Surabaya hingga menimbulkan konflik antara menteri dan walikota. Sekalipun ada konflik, dia mengatakan pemerintah tidak akan menjadi provokator. Sebaliknya, pemerintah akan sigap menangani masalah seperti ini.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bidang Distribusi dan Logistik mengatakan pengusaha menyambut baik inisiatif pemerintah pusat untuk melakukan revisi peraturan-peraturan yang bermasalah.

Namun, dia menyampaikan peraturan terkait angkutan barang di jalan tidak hanya dikeluarkan oleh kementerian saja. Menurutnya, banyak peraturan angkutan barang yang juga dikeluarkan oleh pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten.

Dalam hal ini, pengusaha melihat banyak ketidaksinkronan antara peraturan di pusat dan daerah. Contohnya, perizinan KIU di DKI Jakarta yang disuratkan dalam SK Gubernur No.1024 Tahun 1991 tentang ketentuan Pengusahaan Angkutan dengan Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta dari Pergub No. 57 Tahun 2014.

Aptrindo menilai perizinan KIU ini mengacu pada UU No.3 Tahun 1965 yang sudah kadaluarsa karena ada peraturan yang lebih baru yakni UU No.22 Tahun 2009 terkait hal tersebut.

"Jadi kita harap pemerintah daerah juga memperbaharui peraturan-peraturannya. Jangan acuan hukum kadaluarsa yang dipakai," tegasnya.

Tidak hanya itu, dia mengungkapkan di sejumlah provinsi ada yang  menerapkan aturan sendiri tentang pengantian buku KIR yang terkait batas maksimal barang yang boleh diangkut.

Akhirnya, semua truk yang legal tetap dikutip sanksi karena level jumlah berat yang diizinkan (JBI) diatur dalan level yang sangat rendah dan tidak sesuai dengan buku KIR. "Kita mendorong peraturan daerah yang bermasalah seperti itu untuk segera dicabut," ujarnya.

Termasuk semua peraturan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan membuat biaya logistik jadi mahal sehingga akibatnya daya saing kita rendah. Dalam dua hari, dia mengungkapkan Aptrindo akan membuat usulan yang komprehensif kepada pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper