Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri petrokimia optimistis industri akan bertumbuh hingga 5,5% pada semester II/2016 yang didukung dari rendahnya harga nafta.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin , Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono optimistis industri petrokimia akan tetap tumbuh hingga semester II/2016 mencapai 5,5% akibat harga nafta yang rendah, yaitu US$40 per barel.
Menurutnya, pabrik petrokimia yang berjalan secara terintegrasi akan lebih memberikan keuntungan bagi perusahaan karena tidak ada hasil produksi yang terbuang.
Menurutnya, salah satu turunan produk ethylene, yaitu polyethylene mulai meningkat pasarnya akibat perluasan pemanfaatan polyethylene untuk kebutuhan konstruksi seperti pipa.
“Permintaan polyethylene pada 2015 mencapai 1,3 juta ton dengan konsumsi plastik masih 19 kilogram per kapita. Sekarang untuk konstruksi seperti pipa sudah menggunakan polyethylene. Kalau produksinya terintegrasi akan lebih menguntungkan,” ujarnya, Minggu (25/9).
Dia menyebutkan suplai polyethylene masih sekitar 800.000 ton per tahun, sisanya masih diimpor.
Hal tersebut diikuti oleh PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk. Yang turut fokus pada bisnis polyethylene dengan menargetkan pangsa pasar hingga 50% setelah meningkatkan kapasitas menjadi sekitar 800.000 ton pada 2020.
Direktur sekaligus Corporate Secretary PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk. Suryandi mengatakan saat ini permintaan polyethylene atau bahan baku plastik mencapai 1,4 juta ton per tahun. Adapun kapasitas terpasang pabrik polyethylene masih 336.000 ton per tahun atau hanya berkontribusi 25% dari total suplai nasional.
“Ethylene kami sejumlah 860.000 ton hanya memasok 42% pasar di Indonesia. Impor mencapai 43% untuk polyethylene dengan asusmsi PDB 5%, padahal pertumbuhan industri petrokimia 6%, jadi sangat beralasan untuk menambah pasar [polyethylene] di Indonesia,” jelasnya.
Saat ini produksi polyethylene dalam negeri sudah jauh tertinggal dengan Singapura, Thailand, dan Malaysia yang rata-rata kapasitasnya sudah mencapai 3 juta ton per tahun.
Dengan kapasitas sekitar 90%, perusahaan mencatat produksi polyethylene hingga Juni 2016 telah mecapai 151.000 ton dan sudah terjual sekitar 95%. Seiring merosotnya harga nafta, harga polyethylene ikut turun dari US$1.374 per ton menjadi US$1.238.