Menangguk Rupiah dari Bisnis Arang Sekam

Konsep kemitraan dalam dunia usaha sudah terbukti manjur mendongkrak ekonomi lokal. Tak hanya serapan tenaga kerja, peluang usaha pun terbuka. Tengok saja kisah Jufri dan Sulaiman di bawah ini.
 Seorang karyawan sedang mengolah sekam dengan cara disangrai
Seorang karyawan sedang mengolah sekam dengan cara disangrai

Konsep kemitraan dalam dunia usaha sudah terbukti manjur mendongkrak ekonomi lokal. Tak hanya serapan tenaga kerja, peluang usaha pun terbuka. Tengok saja kisah Jufri dan Sulaiman di bawah ini.

Orang kreatif selalu jeli melihat celah usaha sekaligus cermat memanfaatkannya. Apalagi kalau usaha itu didukung dengan kemitraan yang kuat dengan unit-unit usaha lain di sekitarnya.

Lihatlah kisah Jufri, pria sederhana warga kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Jufri memang kreatif. Dia mampu mengubah limbah pertanian berupa kulit gabah atau sekam menjadi bernilai ekonomis tinggi. Dengan talenta bisnis yang dia punya, Jufri mengubah kulit gabah menjadi arang sekam yang banyak dibutuhkan perusahaan pulp and paper di Pangkalan Kerinci.  

Bagi Jufri, bisnis arang sekam tidak bisa dilihat dengan sebelah mata. Bagi banyak orang, sekam adalah limbah. Kalau, toh, kemudian diubah menjadi arang sekam, fungsinya juga sederhana: jadi abu gosok untuk cuci piring. Padahal, “Nilai ekonomisnya jauh lebih tinggi ketimbang jadi abu gosok,” ungkap Jufri.

Jufri melihat arang sekam bisa menjadi bauran untuk media tanam. Dia sadar, perusahaan-perusahaan besar pengelola hutan tanaman industri pasti membutuhkan arang sekam untuk media tanam bibit pohon akasia.

Dari situlah Jufri pun bertekad membangun usaha dengan mendirikan PT Kerinci Bersaudara. Dan sejak tahun 2000 silam, dia telah memasok arang sekam ke pusat pembibitan (nursery) milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Jufri bercerita, inti bisnis arang sekam sebenarnya sederhana, yakni mengolah sekam dengan cara disangrai dengan penggorengan besar hingga berubah warna menjadi kehitaman atau gosong. Setelah menjadi arang sekam, harganya bisa melonjak tinggi hingga Rp 3.000 sampai Rp 5.000 rupiah per kilogram (kg). Harga itu bergantung dari suplai bahan baku dan kebutuhan perusahaan.

Bagi Jufri, meski untung tak besar, berkisar Rp 400 per kg, ia bangga karena berhasil membuka lapangan kerja bagi warga sekitar. Kini, tercatat ada 22 warga yang dipekerjakannya.

Menangguk Rupiah dari Bisnis Arang Sekam

Saat ini, dengan tiga lokasi pengolahan sekam, Jufri mampu memasok 30 ton arang sekam ke perusahaan bubur kertas dan kertas yang diinisiasi pengusaha nasional Sukanto Tanoto itu. Kebutuhan arang sekam RAPP sendiri mencapai 150 ton per bulan.

“Setiap tiga bulan saya memasok arang sekam di lima nursery RAPP,” ujarnya bangga karena mampu menjadi partner bisnis perusahaan berskala internasional.

Karena itu, jika tak ada aral melintang, ia bakal membuka pabrik baru arang sekam di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Pabrik itu didesain lebih besar dari tiga pabrik sebelumnya dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Sukses Jufri itu kini sudah tampak. Lihatlah rumah megahnya yang didominisi warna putih di Pangkalan Kerinci. Sukses lainnya, Jufri banyak menimba ilmu soal manajemen perusahaan. Mulai dari mengurus kendaraan, mengelola tenaga kerja, hingga manajemen suplai arang sekam.

Sulaiman Juga Sukses

Tak cuma Jufri. Sulaiman juga menikmati buah manis keberadaan RAPP. Pemilik PT Rifky Pratama Sanjaya ini juga berhasil menggemukkan pundi-pundi rupiahnya berkat arang sekam dan cocopeat (sabut kelapa kering). Bahkan, ia memilih berhenti sebagai kontraktor di pemerintah daerah agar fokus jadi pemasok RAPP.

"Kini saya bisa memberi lapangan pekerjaan untuk 25 warga setempat," ujar Sulaiman, bangga.

Grafik bisnis Sulaiman perlahan menanjak naik. Saat awal memasok RAPP beberapa tahun silam, dia hanya mampu memasok cocopeat sebanyak 25 ton dan arang sekam sebanyak 20 ton. Kini, tak kurang dari 300 ton cocopeat dia kirim ke RAPP.

Sulaiman mengungkapkan, serabut kelapa itu dia datangkan dari Lampung, dengan tingkat kekeringan 75% hingga 80%. Setiba di Pangkalan Kerinci, dia tinggal menyempurnakan tingkat kekeringan cocopeat.

Sekarang ini, harga cocopeat mencapai Rp1.650 per kg. Dari jumlah tersebut, keuntungan bersihnya mencapai Rp250 per kilogram, atau sebesar Rp 250 ribu per ton.  

Seperti halnya Jufri, Sulamai bersyukur menjadi mitra RAPP. Bagi dia, RAPP adalah pintu sukses usahanya. “Saya ingin kemitraan ini bisa berjalan panjang,” harapnya.  

Baik Jufri dan Sulaiman, sama-sama sepakat bahwa filosofi dan visi pendiri RAPP yakni bisnis harus memberi dampak baik untuk masyarakat (community), negara (country), iklim (climate) dan perusahaan (company), telah dibuktikan dengan kemitraan rakyat dan perusahaan.  

Dengan menjadi mitra RAPP, akses pendanaan dari bank juga menjadi lebih mudah karena ada jaminan berupa kontrak purchase order.  

Saat ini, menurut Manager Community Development RAPP, Sundari Berlian, ada 177 mitra binaan yang menyerap tenaga kerja hingga 3.300 orang.

Adapun jenis usahanya mulai dari kontraktor palet, penyedia tenaga kerja, sarana transportasi, "water tank", nursery, hingga penanaman dan pemanenan tanaman industri.

Tentu saja, harapannya, banyak usaha lain bisa mengikuti jejak RAPP ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital
Sumber : Marketing Digital

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper