Bisnis.com, JAKARTA - PT Hutama Karya (Persero) akan menggandeng PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Waskita Karya dalam pengelolaan ruas tol Tebing Tinggi—Pematang Siantar—Parapat sepanjang 98,5 kilometer guna mendukung akses ke kawasan pariwisata Danau Toba.
Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) I Gusti Ngurah Putera mengatakan ruas tol Tebing Tinggi—Pematang Siantar—Parapat masih menjadi bagian dari jaringan jalan tol Trans Sumatera yang total panjangnya mencapai 2.808 kilometer yang ditugaskan kepada Hutama Karya. Hanya saja, karena keterbatasan pendanaan, pembangunan ruas ini akan turut melibatkan dua BUMN pengelola jalan tol lainnya.
“Perlakuannya berbeda karena beban keuangan Hutama Karya yang memang belum cukup. Konsepnya tetap penugasan. Jadi HK akan menjadi leader, yang dua [BUMN] itu member. Soal ini masih dibahas dengan Kementerian PUPR,” ujarnya ketika ditemui di DPR, Selasa (06/9/2016).
Pada tahun ini perseroan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2 triliun, selisih Rp1 triliun dari kebutuhan yang diajukan. Dana PMN ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekuitas untuk empat ruas prioritas Trans Sumatera pertama, yaitu Medan—Binjai, Palembang—Indralaya, Bakauheni—Terbanggi Besar, dan Pekanbaru—Dumai.
Putera menambahkan, meskipun telah mendapatkan PMN, HK tetap harus mencari tambahan modal untuk memenuhi pendanaan ruas-ruas tersebut. Dia memerinci, total investasi untuk membangun delapan ruas prioritas pertama mencapai Rp80 triliun, yang terdiri dari ekuitas perseroan dan pinjaman perbankan. Kebutuhan dana tersebut belum mencakup penugasan baru yang tidak termasuk prioritas, seperti halnya Tol Aceh dan tol TebingTinggi—Pematang Siantar—Parapat.
“Kebutuhan modal total untuk delapan ruas penugasan pertama sekitar Rp50 triliun. Modalnya tahun ini kalau dengan Rp2 triliun ini bisa berjalan untuk empat ruas pertama,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dengan kucuran PMN tahun ini, maka modal total yang telah dimiliki perseroan untuk membangun Trans Sumatera sekitar Rp6,6 triliun, yang terdiri dari ekuitas perusahaan Rp1 triliun, PMN 2015 Rp3,6 triliun, dan PMN 2016 Rp2 triliun. Dengan modal total yang diperoleh, estimasi pinjaman maksimal yang dapat dilakukan perseroan mencapai Rp12 triliun, sehingga masih ada kekurangan modal sekitar Rp31,4 triliun untuk pendanaan hanya delapan ruas prioritas.
Untuk itu perseroan berencana menerbitkan obligasi secara bertahap dengan nilai total mencapai Rp6 triliun, di mana sekitar Rp2 triliun di antaranya akan diterbitkan pada tahun ini. Hasil penjualan obligasi itu salah satunya akan dimanfaatkan untuk memperkuat pendanaan Trans Sumatera.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna mengatakan kerja sama antara Hutama Karya dengan badan usaha lainnya dimungkinkan oleh Peraturan Presiden No 117 Tahun 2015 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.
Pasal 4 dalam perpres tersebut berbunyi PT Hutama Karya (Persero) dalam pelaksanaan penugasan dapat bekerja sama dengan pihak lain melalui pembentukan anak perusahaan. Dengan catatan, dalam pembentukan anak perusahaan tersebut. PT Hutama Karya (Persero) menjadi pemegang saham mayoritas.
“Oleh Pak Menteri PUPR ditugaskan ke Hutama Karya. Rencananya mau dibentuk JV [Joint Venture] antar perusahaan sehingga saling membahu,” ujarnya.
Menurut Herry, saat ini pemerintah tengah mematangkan trase ruas tol tersebut, dari yang semula direncanakan sepanjang 98,5 kilometer, dioptimalkan menjadi 93 kilometer. Investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp8 triliun.
Mengenai lahan, dia menjelaskan ruas tol tersebut akan melewati lahan milik PTPN sepanjang 30 kilometer. Saat ini pihaknya tengah memproses perizinan mengenai penggunaan lahan dan mekanisme penggantian sehingga dapat cepat dibebaskan.
Herry menambahkan, saat ini volume lalu lintas di daerah tol tersebut masih sekitar 5.000 kendaraan per hari, membuat ruas tol ini kurang layak secara finansial. Namun, kehadiran ruas tol ini menjadi penting karena akan mempersingkat perjalanan dari Medan ke Danau Toba menjadi dua jam, dari sebelumnya enam jam.
“Nanti tol ini akan disatukan dengan Tebingtinggi—Kuala Tanjung karena ada pelabuhan besar di sana.
Kalau hitungannya sekarang pembebasan lahan, selesai 2019,” ujarnya.