Bisnis.com, SAO PAOLO-- Para ahli biofuel dan iklim mulai mempertanyakan komitmen pemerintah Brasil terkait rencana mengurangi emisi karbon dengan meningkatkan penggunaan etanol. Tanda tanya itu muncul setelah pemerintah Negeri Samba membatalkan keringanan pajak pada biofuel.
Andre Luis Ferreira, Direktur Institute of Energy and Environment Sao Paolo, mengatakan rencana pemerintah Brasil dalam mengurangi penggunaan emisi karbon memang sangat cantik di atas kertas.
"Nmaun, sejauh ini ucapan cantik itu hanya sekedar deklarasi," ujarnya seperti dilansir Reuters pada Sabtu (27/8/2016).
Elizabeth Farina, Kepala Asosiasi Tebu Unica, mengatakan kembalinya pajak untuk etanol kemungkinan akan mendorong pabrik tebu kembali mengubah bisnisnya dari biofuel menjadi produksi gula pada tahun depan. Pasalnya, produksi gula menawarkan margin 'cuan' yang jauh lebih bagus.
"Negara tidak harus mengeluarkan satu sen pun pada kami, tetapi cukup menunjukkan kalau keinginannya mengembangkan biofuel sangat besar," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Pertanian Brasil Blairo Maggi menyarankan pabrik gulan untuk tidak bergantung pada bantuan pemerintah yan tidak efisien dan harus berhenti meminta subsidi.
Tacilo Rodrigues, Kepala broker gula dan etanol Bioagencia, pun menyebutkan menteri pertanian Negeri Samba itu tidak paham sektor atau mekanisme di balik hitung-hitungan harga biofuel etanol.
"Jika pemerintah tidak mengakui manfaat lingkungan dan ekonomi dari industri biofuel sangat kuat, alternatifnya adalah kembali menambah impor bensin, mengingat kutangnya kapasitas penyulingan di sini dibandingkan dengan kebutuhan," ujarnya.
Pada 2015, Brasil berjanji akan meningkatkan etanol berbasis tebu dan biodiesel dalam bauran energi sebesar 18% pada 2030. Untuk itu, akan diperlukan peningkatan produksi tebu setiap tahun sekitar 50 miliar liter etanol pada 2030 dari sekitar 30 miliar liter pada saat ini.
Sayangnya, pemerintah Brasil tidak punya rencana memperpanjang bebas pajak atas penjualan etanol yang berakhir pada Desember 2016 nanti. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan Brasil yan tengah menderita resesi terburuk sejak 1930-an.